MODEL
PEMBELAJARAN TEMATIK
A.
LATAR BELAKANG
Anak usia dini
merupakan anak yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun.[1]
Usia ini merupakan usia yang sangat penting (golden age) dimana
stimulasi seluruh aspek perkembangannya berperan penting untuk tugas
perkembangan usia selanjutnya.[2]
Oleh karena itu, model pembelajaran untuk anak usia dini sebaiknya bersifat
tematik atau terpadu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD yang mengatakan bahwa anak belajar
segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Ketika anak belajar
tentang air, mereka juga bisa belajar menghitung (matematika), mengenal
sifat-sifat air (sains), menggambar air mancur (kesenian), dan fungsi air dalam
keluarganya (pengetahuan sosial).[3]
Ada beberapa
alasan kenapa model pembelajaran tematik sangat penting untuk digunakan pada
pendidikan anak usia dini, diantaranya adalah bahwa pembelajaran tematik sangat
sesuai dengan cara pandang siswa dalam mempelajari aspek kehidupannya. Mulai
dari keriteria pemilihan tema yang terdekat dengan dunia anak sampai dengan
proses pembelajarannya yang dilakukan dengan menyenangkan (learning by
playing).[4]
Model pembelajaran
tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang
pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan
dalam pembelajaran ini, dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek
kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada
anak, karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistic) perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan
dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.[5]
Berbicara
mengenai model pembelajaran tematik dalam konsep anak usia dini merupakan
sesuatu yang mudah, karena pembelajaran tematik disini merupakan konsep dasar yang
disesuaikan dengan kehidupan terdekat anak. Pembelajaran tematik akan dirasakan
lebih sulit penerapannya apabila sudah memasuki tingkatan sekolah dasar (SD) dan
menengah ke atas. Karena disinilah konsep pengembangan pembelajaran tematik itu
lebih spesifik, dimana guru dituntut kejeliannya dalam mengaitkan konsep dari
bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain. Lebih tinggi lagi bahwa
guru harus multi ahli tidak hanya pada satu bidang tertentu saja, tetapi juga
ahli dalam bidang yang lain. Namun, dalam praktik sehari-hari, di
lembaga-lembaga sekolah, masih banyak kita jumpai yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Alasannya adalah karena sulit untuk dilakukan dan
keterbatasan tenaga profesional yang benar-benar ahli dalam semua bidang ilmu
pengetahuan.[6]
B.
RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari
semua permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka ada beberapa poin penting
yang bisa dijadikan sebagai rumusan masalah dalam tulisan ini, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah konsep dasar model pembelajaran
tematik ?
2.
Apa saja prinsip-prinsip dasar pembelajaran
tematik ?
3.
Apa saja karakteristik pembelajaran tematik ?
4.
Bagaimana sintaks model pembelajaran tematik ?
5.
Bagaimana implikasi pembelajaran tematik ?
C.
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian tentang
model pembelajaran tematik sudah banyak diangkat dan dikaji oleh beberapa
penulis atau peneliti terdahulu, baik dalam bentuk karya ilmiah berupa jurnal,
artikel, buku-buku panduan, ataupun dalam bentuk tulisan-tulisan di media massa
seperti di internet dan lain-lain. Dalam tulisan kali ini, penulis akan
mengemukakan beberapa diantaranya yang relevan dengan judul ini. Diantaranya
adalah:
Jurnal
pendidikan yang telah ditulis oleh Saleh Haji dengan judul “ Dampak Penerapan Pendekatan Tematik Dalam Pembelajaran
Matematika Di Sekolah Dasar ” [7]
Melalui jurnal ini Saleh Haji mengkritisi model pembelajaran di Indonesia pada
tingkatan SD yang masih diberikan secara parsial dan ada sebagian lagi
diberikan secara terpadu. Pembelajaran secara parsial dimaksudkan untuk
memperkuat struktur ilmu dari mata pelajaran yang bersangkutan, seperti mata
pelajaran matematika dimaksudkan agar siswa dapat memahami konsep, fakta, keterampilan,
dan prinsip dari matematika dengan baik secara hierarkhis mulai dari aksioma,
definisi, teorema, dan seterusnya. Harapan tersebut ternyata tidak dapat
terpenuhi. Beberapa faktor penyebab antara lain kurang terintegrasinya materi matematika
dengan kehidupan nyata, kemampuan kognisi siswa Sekolah Dasar yang belum siap
menerima hal yang abstrak, dan pendekatan mengajar guru yang kurang menarik,
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi matematika.
Penguatan
struktur bidang studi (ilmu) yang ingin dicapai dengan sistem pembelajaran parsial
membawa implikasi pada pembelajaran matematika yang terlalu teoritis dan kurang
terkait dengan bidang studi lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini
dapat membentuk kesan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran
yang kurang berguna bagi kehidupan siswa dan dapat menyebabkan siswa kurang tertarik
dalam belajar matematika. Maka melalui model pembelajaran terpadu dimaksudkan
agar siswa dapat mengetahui hubungan antara berbagai mata pelajaran yang
terkait. Pengetahuan tentang keterkaitan konsep dari beberapa mata pelajaran
dapat membentuk kebermaknaan dari konsep yang bersangkutan. Kebermaknaan inilah
yang dapat menyebabkan siswa memahami suatu konsep secara mantap.
Jurnal
yang ditulis oleh Saleh Haji di atas memiliki relevansi dan perbedaan dengan apa
yang peneliti lakukan. Relevansinya adalah sama-sama mengkaji tentang
pendekatan tematik. Sedangkan untuk perbedaannya adalah (1) dalam jurnal di
atas Saleh Haji lebih spesifik mengkaji mengenai dampak penerapan pendekatan
tematik dalam pembelajaran matematika yang hasilnya adalah siswa dapat
mempelajari konsep dari mata pelajaran secara utuh. Sedangkan dalam penelitian
peneliti sendiri hanya menyoroti model pembelajaran tematik dari segi
pengembangan konsep saja tidak menghubungkannya dengan kejadian konkret di
lapangan. (2) jurnal yang ditulis oleh Saleh Haji pendekatannya adalah pada
anak sekolah dasar (SD), sedangkan dalam penelitian peneliti sendiri lebih
spesifik pengembangan konsepnya pada anak usia dini.
Selanjutnya
artikel yang telah ditulis oleh Waluyo Adi dengan judul “ Konsekuensi
Pembelajaran Tematik di TK dan SD ”[8] Dalam
artikel ini penulis menghimbau bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di
TK dan SD hendaklah dilaksanakan oleh guru secara konsekuens sesuai dengan
pedoman KBK yaitu kurikulum dan hasil belajar pendidikan anak usia dini. Karena
melihat batasan anak usia dini secara teoritis dari 0-8 tahun maka
penyelenggaraan pendidikannya harus dipersiapkan secara tematik, meskipun di TK
dan SD aspek keterkaitan antara mata pelajaran secara utuh dalam memahami tema
berbeda.
Dalam
artikel yang ditulis oleh Waluyo Adi memiliki relevansi dan perbedaan dengan apa
yang peneliti lakukan. Relevansinya adalah sama-sama mengkaji tentang
pembelajaran tematik. Sedangkan perbedaannya adalah (1) objek yang dikaji oleh
Waluyo Adi adalah komparatif TK dan SD, sedangkan penelitian peneliti sendiri
hanya fokus pada pengembangan tematik untuk TK. (2) deskriptif yang dipaparkan
oleh Waluyo Adi hanya berupa saran kepada guru bahwa tematik yang dilaksanakan
di TK dan SD harus konsekuen sesuai dengan pedoman KBK. Waluyo Adi juga tidak
menyinggung mengenai konsep-konsep pembelajaran tematik yang menyebabkan siswa
menjadi lebih aktif dari segi peran guru, ketersediaan sumber belajar, dan
lain-lain. Sedangkan dalam penelitian peneliti sendiri lebih mengkaji secara
komprehensif mengenai pengembangan pembelajaran tematik dalam hal konsep, prinsip-prinsip,
dan implikasinya.
D.
KERANGKA TEORITIK
Dalam
upaya menggali dan menganalisis pokok permasalahan dalam tulisan ini, maka
dibutuhkan sebuah kerangka teoritik sebagai kerangka dasar untuk menjawab
permasalahan. Hal ini dilakukan untuk menggali lebih jauh informasi tentang Model Pembelajaran Tematik.
Menurut Bogdan
dan Biklen, sebagaimana yang dikutip oleh Muh. Wasith Achadi, bahwa kerangka
teori atau disebut juga paradigma adalah sekumpulan dari jumlah asumsi yang
dipegang bersama, konsep atau reposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam
penelitian.[9] Maka fungsi kerangka teori dalam tulisan ini
adalah untuk membantu penulis dalam menjelaskan dan mendeskripsikan kerangka
dasar, sebagai sarana untuk menemukan konsep baru yang meliputi teori
pendidikan secara umum dan konsep pengembangannya.
1.
Model
Sebelum
kita membahas mengenai pembelajaran
tematik, ada baiknya kita mengetahui terlebih dulu apakah yang dimaksud dengan
model ? Secara kaffah model dimaknai sebagai suatu objek atau konsep
yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal yaitu sesuatu yang nyata dan
dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Dalam istilah yang
lain, model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut Sunarwan, model merupakan
gambaran tentang keadaan yang nyata.[10]
Sedangkan menurut Dewi Salma Prawiradilaga, mengartikan model sebagai prosedur
kerja yang sistematis, serta mengandung pemikiran yang bersifat uraian atau
penjelasan dan saran.[11]
2.
Pembelajaran
Pembelajaran
dimaknai sebagai suatu proses membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan
atau bisa juga dengan teori belajar.[12]
Pembelajaran merupakan penentu utama keberhasilan suatu pendidikan. Pembelajaran
juga merupakan proses komunikasi dua arah yaitu mengajar yang dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik dan belajar yang dilakukan oleh siswa sebagai
peserta didik.[13]
Menurut Rombepajung, pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau
suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.[14]
Kalau direlasikan kata model dan pembelajaran dalam suatu konsep maka bisa
dimaknai sebagai sesuatu yang dapat mengarahkan pendidik dalam mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didiknya sehingga tujuan pembelajaran bisa
tercapai. Menurut Joyce, mengartikan model pembelajaran sebagai suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk didalamnya buku-buku, computer, dan kurikulum.[15]
Dalam
pengertian yang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekamto yang memaknai
model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.[16]
Model pembelajaran menurut Ahmad Zayadi adalah kerangka konseptual dan prosedur
yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu , dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar.[17]
Sedangkan model pembelajaran menurut Dewey adalah “ a plan or pattern that
we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting
and to shape instructional material” (suatu rencana atau pola yang dapat
kita gunakan untuk merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di
luar kelas dan untuk menajamkan materi pengajaran).[18]
Dari pengertian di atas, model pembelajaran dapat dipahami sebagai berikut:
a.
Model pembelajaran merupakan
kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata
pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya.
b.
Model pembelajaran dapat muncul
dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan landasan filosofis dan
pedagogis yang melatar belakanginya.
3.
Tematik
Tematik
merupakan suatu istilah dari model pembelajaran yang menggunakan suatu tema
kemudian tema tersebut dapat ditinjau dari beberapa disiplin ilmu yang memang
mempunyai kedekatan dengan tema tersebut. Tema itu sendiri dimaknai sebagai
alat atau wadah yang berfungsi untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak
didik secara utuh.[19]
Dalam pengertian yang lain, tema merupakan topik yang menjadi payung untuk
mengintegrasikan keseluruhan sikap dalam pengetahuan dan keterampilan yang
ingin di bangun. Argumentasi yang ingin dibangun dalam pembelajaran dengan
menggunakan tema adalah agar anak didik mampu mengenal berbagai konsep secara
mudah dan jelas.[20]
E.
PEMBAHASAN
1.
Konsep Dasar Model Pembelajaran Tematik
a.
Pengertian pembelajaran tematik
Pembelajaran
tematik sebagai model pembelajaran, termasuk salah satu tipe atau jenis daripada
model pembelajaran terpadu. Maka istilah pembelajaran tematik pada dasarnya
adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan
beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa.[21]
Menurut
Ujang Sukandi, mengartikan pembelajaran tematik atau terpadu sebagai kegiatan
mengajar dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu tema.[22]
Praktisnya, pembelajaran terpadu itu merupakan suatu pendekatan belajar
mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman
bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena dalam proses
pembelajarannya anak akan mencoba memahami konsep-konsep yang mereka pelajari
itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
mereka pahami. Pembelajaran tematik sebagai bagian dari pembelajaran terpadu memiliki
banyak kelebihan yang dapat dicapai, diantaranya adalah:[23]
1)
Mudah memusatkan perhatian pada
satu tema tertentu.
2)
Siswa akan mampu mempelajari pengetahuan
dan berusaha mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran
dalam tema yang sama.
3)
Pemahaman materi mata pelajaran lebih
mendalam dan berkesan.
4)
KD dapat dikembangkan lebih baik
dengan mengaitkan mata pelajaran lain sesuai dengan kepribadian siswa.
5)
Guru dapat menghemat waktu sebab
mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat digunakan
remedial.
Sedangkan
kelemahan model pembelajaran ini adalah: (1) Aspek guru, guru harus berwawasan
luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa
percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas serta mengembangkan materi.
Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. (2) aspek peserta didik,
pembelajaran tematik menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif
baik. Hal ini terjadi karena model pembelajaran tematik ini menekankan pada
kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif.[24]
b.
Arti penting pembelajaran tematik
Pembelajaran
tematik sebagai model pembelajaran, memiliki arti penting dalam membangun kompetensi
peserta didik, antara lain:[25]
1)
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.[26]
2)
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning
by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman
belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
2.
Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran
Tematik
Sebagai
bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik memiliki prinsip
dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Secara umum, prinsip-prinsip
pembelajaran tematik dapat dikelasifikasikan menjadi: (1) prinsip penggalian
tema, (2) prinsip pengelolaan pembelajaran, (3) prinsip evaluasi, dan (4) prinsip
reaksi.[27]
a.
Prinsip penggalian tema
Prinsip
penggalian tema merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Artinya
tema-tema yang saling berkaitan merupakan target utama dalam pembelajaran.
Dengan demikian, dalam penggalian tema, hendaklah memperhatikan beberapa
persyaratan berikut ini:[28]
1)
Tema hendaklah tidak terlalu luas,
namun dekat dengan dunia anak.
2)
Tema harus bermakna, maksudnya,
tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk pembelajaran selanjutnya.
3)
Tema harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan psikologis anak.
4)
Tema yang dikembangkan harus
mewadahi sebagian besar minat anak.
5)
Tema yang dipilih hendaknya juga
mempertimbangkan ketersediaan sumber
belajar.
b.
Prinsip pengelolaan pembelajaran
Pengelolaan
pembelajaran tematik akan dapat optimal, apabila guru mampu menempatkan dirinya
dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai
fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Dalam pengelolaan
pembelajaran, hendaklah guru memperhatikan hal-hal berikut ini:
1)
Guru hendaklah jangan menjadi single
actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar.
2)
Pemberian tanggung jawab individu
dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya hubungan
kerjasama.
3)
Guru perlu mengakomodasi terhadap
ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
c.
Prinsip evaluasi
Pada
dasarnya, evaluasi merupakan fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu
kegiatan dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal
ini, maka dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, ada beberapa
langkah positif yang harus dilakukan, yaitu:
1)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation), disamping
bentuk evaluasi lainnya.
2)
Guru perlu mengajak para siswa untuk
mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan
pencapaian tujuan yang akan dicapai.
d.
Prinsip reaksi
Maknanya
adalah guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta
tidak mengarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan
bermakna. Dalam pembelajaran tematik, seorang guru hendaklah menemukan
kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak
pengiringan tersebut
3.
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut
depdiknas, pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain adalah
sebagai berikut:[29]
a.
Pengalaman dan kegiatan belajar
sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia dini.[30]
b.
Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik
bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
c.
Kegiatan belajar akan lebih
bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga
hasil belajar dapat bertahan lebih lama.
d.
Membantu mengembangkan
keterampilan berpikir siswa.
e.
Menyajikan kegiatan belajar yang
bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lingkungannya.
f.
Mengembangkan keterampilan sosial
siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.[31]
Dalam
karakteristik yang lain, sebagaimana yang dikutip oleh Trianto mengatakan bahwa
pembelajaran tematik itu berpusat pada
siswa[32],
memberikan pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas,
menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil
pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar
sambil bermain dan menyenangkan.[33]
4.
Sintaks Model Pembelajaran Tematik
Sintaks
adalah tahap-tahap kegiatan dari sebuah model pembelajaran.[34]
Sintaks pembelajaran tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah (tahap-tahap)
pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti tahapan-tahapan
yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahapan yaitu, tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evalusai. Berkaitan dengan itu, maka sintaks
model pembelajaran tematik dapat direduksi dari berbagai model pembelajaran seperti
model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, dan model pembelajaran
berdasarkan masalah. Sedangkan sintaks dalam pembelajaran terpadu bersifat
luwes dan fleksibel. Artinya dapat diakomodasi dari berbagai model pembelajaran
yang dikenal dengan istilah setting atau merekonstruksi.[35]
a.
Tahap perencanaan
1)
Menentukan jenis mata pelajaran
dan jenis keterampilan yang dipadukan
Karakteristik
mata pelajaran dalam hal ini menjadi pijakan untuk kegiatan awal. Contoh, untuk
jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir
dengan keterampilan sosial. Adapun untuk mata pelajaran sains dan matematika
dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.[36]
2)
Memilih kajian materi, standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Langkah
ini akan mengarahkan guru untuk menentukan keterampilan dari masing-masing
keterampilan yang dapat digariskan dalam suatu unit pembelajaran.
3)
Menentukan sub-keterampilan yang
dipadukan
Secara
umum keterampilan yang harus dikuasai meliputi, keterampilan berpikir (thinking
skills), keterampilan sosial (social skills), dan keterampilan
mengorganisasi (organizer skills).
4)
Merumuskan indikator hasil belajar
Berdasarkan
kompetensi dasar dan sub-keterampilan yang telah dipilih, maka mulailah
dirumuskan indikator. Indikator sendiri merupakan gambaran minimal mengenai
ciri-ciri peserta didik yang dianggap telah mencapai kemampuan dasar pada
tingkat usia tertentu.
5)
Menentukan langkah-langkah
pembelajaran
Langkah
ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap
sub-keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.[37]
b.
Tahap pelaksanaan
Prinsip-prinsip
utama dalam pelaksanaan pembelajaran tematik atau terpadu meliputi: pertama,
guru hendaklah tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan
pembelajaran. Peran guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk menjadi bisa belajar sendiri. kedua, pemberian
tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang
menuntut adanya kerja sama kelompok, dan ketiga, guru perlu akomodatif
terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali
tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.[38]
Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran
yang menurut Muchlas adalah dalam satu tatap muka dipadukan beberapa model
pembelajaran.
c.
Tahap evaluasi
Tahap
evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil
pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Departemen Pendidikan Nasional, hendaknya
memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran tematik atau terpadu sebagai
berikut: [39]
1)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya.
2)
Guru perlu mengajak para siswa untuk
mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan
pencapaian tujuan yang akan dicapai.
5.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Sebagai
suatu model inovasi, model pembelajaran tematik tidak mudah untuk dilaksanakan,
karena memerlukan penyesuaian diri dan kemauan untuk beradaptasi. Hal ini
mengingat, bahwa pada model pembelajaran tematik yang mamadukan berbagai
disiplin ilmu memerlukan manajemen pembelajaran yang cukup kompleks.
Berdasarkan alasan tersebut, pembelajaran tematik yang diterapkan pada
kelas-kelas awal sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah membawa beberapa implikasi yang
harus disadari oleh semua pihak. Implikasi itu bagaikan sebilah mata pedang yang
mempunyai dua sisi. Satu pihak memberikan keuntungan tetapi di pihak lain, membawa
konsekuensi tertentu yang harus ditanggung oleh penanggung jawab pendidikan.
Diantara implikasi tersebut adalah: [40]
a.
Implikasi terhadap eksistensi guru
dan peserta didik
1)
Eksistensi guru
Maknanya
adalah, karena pembelajaran tematik merupakan gabungan antara berbagai bidang
kajian, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi
satu kesatuan (holistic) dan keterpaduan.
Hal
ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Dalam
pembelajaran tematik ini, diperlukan guru yang kreatif, baik dalam menyiapkan
kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari
berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.[41]
Berbeda
dengan pembelajaran konvensional, maka pembelajaran tematik menuntut
kreativitas guru yang tinggi dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi
anak didik. Guru juga harus mampu berimprovisasi dalam segala medan yang
dihadapi, termasuk dalam menghadapi murid yang kemampuannya beragam, sarana dan
prasarana yang harus sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, dan menyusun
kompetensi atau indikator yang harus dicapai oleh siswa. Sehingga hal ini menuntut
beban guru yang berat dan lebih banyak dibandingkan dengan pelaksanaan
pembelajaran konvensional. Untuk mengatasi hal ini, maka ada dua cara yang bisa
dilakukan yaitu: team teaching dan guru tunggal. Hal ini disesuaikan
dengan keadaan guru dan kebijakan sekolah masing-masing.[42]
2)
Wawasan peserta didik
Beban
guru yang semakin meningkat akan
berimplikasi pula terhadap beban anak didik. Menurut Depdiknas, dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh guru berkaitan
dengan anak didik, yaitu: [43]
a.
Anak didik harus mampu bekerja
secara individual, berpasangan, atau berkelompok sesuai dengan tuntutan
skenario pembelajaran.
b.
Peserta didik harus siap mengikuti
kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif, misalnya melakukan diskusi
kelompok dan pemecahan masalah.
Dilihat
dari aspek peserta didik di atas, pembelajaran tematik memiliki peluang untuk
pengembangan kreativitas akademik. Hal ini disebabkan karena model ini menekankan
pada pengembangan kemampuan analitik terhadap konsep-konsep yang dipadukan
sehingga dapat mengembangkan kemampuan asosiasi konsep dan aplikasi konsep,
serta kemampuan eksploratif dan elaboratif. Maka dalam hal ini peserta didik dituntut
untuk berpikir secara luas dan mendalam.
b.
Implikasi terhadap kebutuhan bahan
ajar, sarana prasarana, sumber belajar dan media.
1)
Bahan ajar
Bahan
ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran, termasuk dalam
pembelajaran tematik. Karena pembelajaran tematik merupakan perpaduan dari
berbagai disiplin ilmu yang tercakup
dalam satu tema. Maka dalam pembelajaran ini, diperlukan bahan ajar yang
lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan bahan ajar dalam pembelajaran yang
lain. Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran tematik
dapat berbentuk teks tertulis, majalah, brosur, surat kabar, atau berupa
lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam dan sosial sehari-hari. Seorang
guru yang akan menyusun materi perlu mengumpulkan dan menyusun bahan
kepustakaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus.[44]
2)
Sarana prasarana
Model
pembelajaran tematik pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan
autentik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tematik
diperlukan berbagai sarana dan prasarana pembelajaran yang khas. Maka seorang
guru harus memilihkan sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai serta memiliki
kegunaan yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang studi yang terkait. Karena
digunakan untuk pembelajaran konsep yang direkatkan oleh tema, maka penggunaan
sarana dan prasarana pembelajaran harus disediakan lebih efisien mungkin.
Namun demikian,
dalam pembelajaran ini, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sarana yang
relatif lebih banyak dari pembelajaran monolitik. Hal ini disebabkan untuk
memberikan pengalaman yang terpadu dan peserta didik juga harus diberikan
ilustrasi dan demonstrasi yang komprehensif untuk satu topik tertentu. Guru dalam
pembelajaran ini juga diharapkan dapat mengoptimalkan sarana prasarana yang
tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran tematik.[45]
3)
Sumber belajar
Sumber
belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang
secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi
hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar, namun juga
dapat dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber
yang dapat merangsang siswa untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan
penguasaan bidang ilmu yang dipelajarinya.
Dalam mengembangkan sumber belajar, disamping
guru harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran, juga harus mampu
berinisiatif untuk mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
belajar yang lebih konkret.[46]
Implementasi
pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran sudah tercantum dalam kurikulum.
Proses pembelajaran yang efektif adalah proses pembelajaran yang menggunakan
berbagai ragam sumber belajar dan dibarengi dengan pengelolaan
yang profesional. Oleh karena itu, kegiatan belajar
mengajar ditekankan pada aktivitas siswa dengan melakukan pengamatan terhadap
benda-benda atau situasi yang ada di lingkungan sekitar.[47]
Maka pembelajaran tematik dalam konteks ini lebih menekankan pada ketersediaan
sumber belajar yang relevan dengan kehidupan siswa.
4)
Media pembelajaran
Pembelajaran
tematik pada dasarnya merupakan optimalisasi penggunaan media pembelajaran yang
bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang
abstrak. Suatu konsekuensi logis mengingat bahwa cakupan materi pada
pembelajaran tematik jauh lebih kompleks dari model pembelajaran lainnya. Hal
ini cukup dipahami, karena pada pembelajaran tematik memerlukan keterpaduan
materi dari berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi).
F.
Kesimpulan
Keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh
pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa
(minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Berkenaan dengan perencanaan
pelaksanaan pembelajaran tematik, maka hal pertama yang harus diperhatikan oleh
guru adalah kejelian didalam mengidentifikasi SK/KD dan menetapkan indikator
pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan. Guru harus memahami betul
kandungan isi dari masing-masing kompetensi dasar dan indikator tersebut
sebelum dilakukan pemaduan-pemaduan. Maka didalam merancang pembelajaran
tematik, ada beberapa hal yang harus perlu dilakukan oleh guru: (1) mulailah
dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan,
dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada
beberapa mata pelajaran yang akan diperkirakan relevan dengan tema-tema
tersebut. Tema-tema yang ditetapkan hendaklah menyesuaikan dengan lingkungan
yang terdekat dengan siswa, dimulai dari hal-hal yang termudah menuju yang
sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dari hal yang konkret
menuju ke hal yang abstrak. (2) mulailah dengan mengidentifikasi kompetensi
dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, lalu dilanjutkan
dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut
ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat
dalam masing-masing mata pelajaran.
G.
Saran
Agar
implementasi model pembelajaran tematik dapat dilakukan dengan baik, maka guru
harus memahami dan mengerti bagaimana hakikat dari model pembelajaran tematik
itu sendiri, bagaimana langkah-langkahnya, prinsip-prinsipnya, serta
pelaksanaannya. Karena keberhasilan suatu model pembelajaran tergantung dari
seberapa paham dan mengerti seorang guru tersebut terhadap model pembelajaran yang
dilaksanakan, serta bagaimana metode atau cara yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan Pendekatan Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005)
Andi Prastowo, Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tematik Terpadu (Jakarta: Prenadamedia Group, cetakan 1, Januari 2015)
-----------------, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk
Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015)
Annisatul Mufarokah, Strategi dan Model Pembelajaran (Tulungagung:
STAIN Tulungagung Press, 2013)
B.
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan
S-2 Pendidikan Dasar (Jakarta: Depdiknas, 1996)
Dewi
Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2007)
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pengembangan Pembelajaran
IPS Terpadu (Jakarta: Depdiknas, 2006)
Departemen Pendidikan Nasional, Strategi Pembelajaran Yang
Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006)
E.Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, cetakan
pertama, 2012)
------------, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung
Remaja Rosdakarya, 2013)
http://id.wikipedia.org/wiki/Tematik, diakses pada tanggal 8 April
2016
http://id.wikipedia.org/wiki/Tematik, diakses pada tanggal 8 April
2016
Hamzah B. Uno,
Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
H. Mohamad
Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2014)
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II
(Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik
(Bandung: Nusa Media, 2012)
Kunandar, Guru Professional: Implementasi KTSP dan Persiapan
Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)
Muhammad Thobroni,
dkk, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)
Mukhtar Latif, dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini
(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014)
Mbak Itadz, Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia
Dini (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008)
Mamat SB, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005)
Nunuk Suryani,
dkk, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2012)
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013)
Forgarty, The Mindfull school: How To Integrate The Curricula
(Palatine, Illionis: Skylight Publishing Inc, 1991)
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta:
Hikayat Publishing, 2005)
Saleh Haji, Dampak Penerapan Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran
Matematika di SD. Jurnal Pendidikan, Vol. 10. No 1, Fakultas Kejuruan Ilmu
Pengetahuan Tahun 2009
Suprayekti, Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata
Pelajaran IPA di SD. Dalam http:///
www.teknologipendidikan.net.2005.
Diakses pada 15 April 2016
Tim Pustaka
Yustisia, Panduan Lengkap KTSP (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007)
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010)
-------, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011)
-------, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)
Ujang
Sukandi, Belajar Aktif dan Terpadu (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2003)
Wachyu Sundayana, Pembelajaran Berbasis Tema
(Jakarta: Erlangga, 2014)
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2012)
[1] Mbak Itadz, Memilih, Menyusun dan Menyajikan
Cerita Untuk Anak Usia Dini (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 1.
[3] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak
Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hlm. 131.
[5] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2012), hlm. 211.
[6] Andi Prastowo, Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu (Jakarta: Prenadamedia Group, cetakan 1,
Januari 2015), hlm. 19.
[7] Saleh Haji, Dampak Penerapan Pendekatan
Tematik dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Pendidikan, Vol. 10. No 1, Fakultas Kejuruan Ilmu Pengetahuan
Tahun 2009.
[9] Muh. Wasith Achadi, Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Berwawasan Budi Pekerti. Disertasi (Yogyakarta: Uin Sunan Kalijaga,
2014), hlm. 19.
[10] Suprayekti, Penerapan Model Pembelajaran Interaktif
Pada Mata Pelajaran IPA di SD. Dalam http:///
www.teknologipendidikan.net.2005.
Diakses pada 15 April 2016. Lihat pula Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran
Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 35.
[12] Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 2. Lihat pula Heri Rahyubi, Teori-Teori
Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik (Bandung: Nusa Media, 2012), hlm. 7.
[13] Annisatul Mufarokah, Strategi dan Model
Pembelajaran (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hlm. 16-17.
[14] Muhammad Thobroni, dkk, Belajar dan
Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 18. Lihat pula H. Mohamad
Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 111.
[15] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 5. Lihat pula
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama
di Sekolah/Madrasah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 64.
[16] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran
Tematik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 142.
[17] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo
Persada,2005), hlm. 9.
[18] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, Op,cit, hlm. 10.
[19] Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu
Pendidikan Islam Jilid II (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 177-178. Lihat
pula Wachyu Sundayana, Pembelajaran Berbasis Tema (Jakarta: Erlangga, 2014),
hlm. 14.
[20] Kunandar, Guru Professional: Implementasi
KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007), hlm. 311
[21] Departemen Pendidikan Nasional, Panduan
Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu (Jakarta: Depdiknas, 2006), hlm. 5
[26] Mamat SB, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran
Tematik (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam, 2005), hlm. 7.
[29] Departemen Pendidikan Nasional, Strategi
Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006), hlm. 6.
[32] Mukhtar Latif, dkk, Orientasi Baru Pendidikan
Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 113.
[34] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, Op,cit, hlm.
82.
[36] Forgarty, The Mindfull school: How To
Integrate The Curricula (Palatine, Illionis: Skylight Publishing Inc, 1991),
hlm. 28.
[38] Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran
Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar (Jakarta: Depdiknas, 1996), hlm. 6.
[39] Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran
Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar, Op,cit, hlm. 6.
[41] Departemen Pendidikan Nasional, Strategi
Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006). Lihat pula
Trianto, op,cit, hlm. 174.
[46] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013 (Bandung Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 49.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar