Minggu, 06 November 2016

PEMBELAJARAN TEMATIK

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
A.      LATAR BELAKANG  
Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun.[1] Usia ini merupakan usia yang sangat penting (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangannya berperan penting untuk tugas perkembangan usia selanjutnya.[2] Oleh karena itu, model pembelajaran untuk anak usia dini sebaiknya bersifat tematik atau terpadu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan  PAUD yang mengatakan bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Ketika anak belajar tentang air, mereka juga bisa belajar menghitung (matematika), mengenal sifat-sifat air (sains), menggambar air mancur (kesenian), dan fungsi air dalam keluarganya (pengetahuan sosial).[3]
Ada beberapa alasan kenapa model pembelajaran tematik sangat penting untuk digunakan pada pendidikan anak usia dini, diantaranya adalah bahwa pembelajaran tematik sangat sesuai dengan cara pandang siswa dalam mempelajari aspek kehidupannya. Mulai dari keriteria pemilihan tema yang terdekat dengan dunia anak sampai dengan proses pembelajarannya yang dilakukan dengan menyenangkan (learning by playing).[4]
Model pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran ini, dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak, karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic) perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.[5]
Berbicara mengenai model pembelajaran tematik dalam konsep anak usia dini merupakan sesuatu yang mudah, karena pembelajaran tematik disini merupakan konsep dasar yang disesuaikan dengan kehidupan terdekat anak. Pembelajaran tematik akan dirasakan lebih sulit penerapannya apabila sudah memasuki tingkatan sekolah dasar (SD) dan menengah ke atas. Karena disinilah konsep pengembangan pembelajaran tematik itu lebih spesifik, dimana guru dituntut kejeliannya dalam mengaitkan konsep dari bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain. Lebih tinggi lagi bahwa guru harus multi ahli tidak hanya pada satu bidang tertentu saja, tetapi juga ahli dalam bidang yang lain. Namun, dalam praktik sehari-hari, di lembaga-lembaga sekolah, masih banyak kita jumpai yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Alasannya adalah karena sulit untuk dilakukan dan keterbatasan tenaga profesional yang benar-benar ahli dalam semua bidang ilmu pengetahuan.[6]
B.       RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari semua permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka ada beberapa poin penting yang bisa dijadikan sebagai rumusan masalah dalam tulisan ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah konsep dasar model pembelajaran tematik ?
2.    Apa saja prinsip-prinsip dasar pembelajaran tematik ?
3.    Apa saja karakteristik pembelajaran tematik ?
4.    Bagaimana sintaks model pembelajaran tematik ?
5.    Bagaimana implikasi pembelajaran tematik ?
C.       TINJAUAN PUSTAKA
Kajian tentang model pembelajaran tematik sudah banyak diangkat dan dikaji oleh beberapa penulis atau peneliti terdahulu, baik dalam bentuk karya ilmiah berupa jurnal, artikel, buku-buku panduan, ataupun dalam bentuk tulisan-tulisan di media massa seperti di internet dan lain-lain. Dalam tulisan kali ini, penulis akan mengemukakan beberapa diantaranya yang relevan dengan judul ini. Diantaranya adalah:
Jurnal pendidikan yang telah ditulis oleh Saleh Haji dengan judul “ Dampak Penerapan Pendekatan Tematik Dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar ” [7] Melalui jurnal ini Saleh Haji mengkritisi model pembelajaran di Indonesia pada tingkatan SD yang masih diberikan secara parsial dan ada sebagian lagi diberikan secara terpadu. Pembelajaran secara parsial dimaksudkan untuk memperkuat struktur ilmu dari mata pelajaran yang bersangkutan, seperti mata pelajaran matematika dimaksudkan agar siswa dapat memahami konsep, fakta, keterampilan, dan prinsip dari matematika dengan baik secara hierarkhis mulai dari aksioma, definisi, teorema, dan seterusnya. Harapan tersebut ternyata tidak dapat terpenuhi. Beberapa faktor penyebab antara lain kurang terintegrasinya materi matematika dengan kehidupan nyata, kemampuan kognisi siswa Sekolah Dasar yang belum siap menerima hal yang abstrak, dan pendekatan mengajar guru yang kurang menarik, sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi matematika.
Penguatan struktur bidang studi (ilmu) yang ingin dicapai dengan sistem pembelajaran parsial membawa implikasi pada pembelajaran matematika yang terlalu teoritis dan kurang terkait dengan bidang studi lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membentuk kesan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang kurang berguna bagi kehidupan siswa dan dapat menyebabkan siswa kurang tertarik dalam belajar matematika. Maka melalui model pembelajaran terpadu dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui hubungan antara berbagai mata pelajaran yang terkait. Pengetahuan tentang keterkaitan konsep dari beberapa mata pelajaran dapat membentuk kebermaknaan dari konsep yang bersangkutan. Kebermaknaan inilah yang dapat menyebabkan siswa memahami suatu konsep secara mantap.
Jurnal yang ditulis oleh Saleh Haji di atas memiliki relevansi dan perbedaan dengan apa yang peneliti lakukan. Relevansinya adalah sama-sama mengkaji tentang pendekatan tematik. Sedangkan untuk perbedaannya adalah (1) dalam jurnal di atas Saleh Haji lebih spesifik mengkaji mengenai dampak penerapan pendekatan tematik dalam pembelajaran matematika yang hasilnya adalah siswa dapat mempelajari konsep dari mata pelajaran secara utuh. Sedangkan dalam penelitian peneliti sendiri hanya menyoroti model pembelajaran tematik dari segi pengembangan konsep saja tidak menghubungkannya dengan kejadian konkret di lapangan. (2) jurnal yang ditulis oleh Saleh Haji pendekatannya adalah pada anak sekolah dasar (SD), sedangkan dalam penelitian peneliti sendiri lebih spesifik pengembangan konsepnya pada anak usia dini.
Selanjutnya artikel yang telah ditulis oleh Waluyo Adi dengan judul “ Konsekuensi Pembelajaran Tematik di TK dan SD ”[8] Dalam artikel ini penulis menghimbau bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di TK dan SD hendaklah dilaksanakan oleh guru secara konsekuens sesuai dengan pedoman KBK yaitu kurikulum dan hasil belajar pendidikan anak usia dini. Karena melihat batasan anak usia dini secara teoritis dari 0-8 tahun maka penyelenggaraan pendidikannya harus dipersiapkan secara tematik, meskipun di TK dan SD aspek keterkaitan antara mata pelajaran secara utuh dalam memahami tema berbeda.
Dalam artikel yang ditulis oleh Waluyo Adi memiliki relevansi dan perbedaan dengan apa yang peneliti lakukan. Relevansinya adalah sama-sama mengkaji tentang pembelajaran tematik. Sedangkan perbedaannya adalah (1) objek yang dikaji oleh Waluyo Adi adalah komparatif TK dan SD, sedangkan penelitian peneliti sendiri hanya fokus pada pengembangan tematik untuk TK. (2) deskriptif yang dipaparkan oleh Waluyo Adi hanya berupa saran kepada guru bahwa tematik yang dilaksanakan di TK dan SD harus konsekuen sesuai dengan pedoman KBK. Waluyo Adi juga tidak menyinggung mengenai konsep-konsep pembelajaran tematik yang menyebabkan siswa menjadi lebih aktif dari segi peran guru, ketersediaan sumber belajar, dan lain-lain. Sedangkan dalam penelitian peneliti sendiri lebih mengkaji secara komprehensif mengenai pengembangan pembelajaran tematik dalam hal konsep, prinsip-prinsip, dan implikasinya.
D.      KERANGKA TEORITIK
Dalam upaya menggali dan menganalisis pokok permasalahan dalam tulisan ini, maka dibutuhkan sebuah kerangka teoritik sebagai kerangka dasar untuk menjawab permasalahan. Hal ini dilakukan untuk menggali lebih jauh  informasi tentang Model Pembelajaran Tematik. Menurut Bogdan dan Biklen, sebagaimana yang dikutip oleh Muh. Wasith Achadi, bahwa kerangka teori atau disebut juga paradigma adalah sekumpulan dari jumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau reposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian.[9]  Maka fungsi kerangka teori dalam tulisan ini adalah untuk membantu penulis dalam menjelaskan dan mendeskripsikan kerangka dasar, sebagai sarana untuk menemukan konsep baru yang meliputi teori pendidikan secara umum dan konsep pengembangannya.
1.    Model
Sebelum kita  membahas mengenai pembelajaran tematik, ada baiknya kita mengetahui terlebih dulu apakah yang dimaksud dengan model ? Secara kaffah model dimaknai sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal yaitu sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Dalam istilah yang lain, model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut Sunarwan, model merupakan gambaran tentang keadaan yang nyata.[10] Sedangkan menurut Dewi Salma Prawiradilaga, mengartikan model sebagai prosedur kerja yang sistematis, serta mengandung pemikiran yang bersifat uraian atau penjelasan dan saran.[11]
2.    Pembelajaran
Pembelajaran dimaknai sebagai suatu proses membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan atau bisa juga dengan teori belajar.[12] Pembelajaran merupakan penentu utama keberhasilan suatu pendidikan. Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi dua arah yaitu mengajar yang dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik dan belajar yang dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik.[13] Menurut Rombepajung, pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.[14] Kalau direlasikan kata model dan pembelajaran dalam suatu konsep maka bisa dimaknai sebagai sesuatu yang dapat mengarahkan pendidik dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didiknya sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai. Menurut Joyce, mengartikan model pembelajaran sebagai suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, computer, dan kurikulum.[15]
Dalam pengertian yang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekamto yang memaknai model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.[16] Model pembelajaran menurut Ahmad Zayadi adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu , dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.[17] Sedangkan model pembelajaran menurut Dewey adalah “ a plan or pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and to shape instructional material” (suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menajamkan materi pengajaran).[18] Dari pengertian di atas, model pembelajaran dapat dipahami sebagai berikut:
a.    Model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya.
b.    Model pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan landasan filosofis dan pedagogis yang melatar belakanginya.
3.    Tematik
Tematik merupakan suatu istilah dari model pembelajaran yang menggunakan suatu tema kemudian tema tersebut dapat ditinjau dari beberapa disiplin ilmu yang memang mempunyai kedekatan dengan tema tersebut. Tema itu sendiri dimaknai sebagai alat atau wadah yang berfungsi untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.[19] Dalam pengertian yang lain, tema merupakan topik yang menjadi payung untuk mengintegrasikan keseluruhan sikap dalam pengetahuan dan keterampilan yang ingin di bangun. Argumentasi yang ingin dibangun dalam pembelajaran dengan menggunakan tema adalah agar anak didik mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.[20]
E.       PEMBAHASAN
1.    Konsep Dasar Model Pembelajaran Tematik
a.    Pengertian pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran, termasuk salah satu tipe atau jenis daripada model pembelajaran terpadu. Maka istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.[21]
Menurut Ujang Sukandi, mengartikan pembelajaran tematik atau terpadu sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu tema.[22] Praktisnya, pembelajaran terpadu itu merupakan suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena dalam proses pembelajarannya anak akan mencoba memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami. Pembelajaran tematik sebagai bagian dari pembelajaran terpadu memiliki banyak kelebihan yang dapat dicapai, diantaranya adalah:[23]
1)   Mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu.
2)   Siswa akan mampu mempelajari pengetahuan dan berusaha mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama.
3)   Pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
4)   KD dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain sesuai dengan kepribadian siswa.
5)   Guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat digunakan remedial.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran ini adalah: (1) Aspek guru, guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas serta mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. (2) aspek peserta didik, pembelajaran tematik menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif baik. Hal ini terjadi karena model pembelajaran tematik ini menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif.[24]
b.    Arti penting pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran, memiliki arti penting dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain:[25]
1)        Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.[26]
2)        Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
2.     Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Sebagai bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik memiliki prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Secara umum, prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat dikelasifikasikan menjadi: (1) prinsip penggalian tema, (2) prinsip pengelolaan pembelajaran, (3) prinsip evaluasi, dan (4) prinsip reaksi.[27]
a.    Prinsip penggalian tema
Prinsip penggalian tema merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-tema yang saling berkaitan merupakan target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam penggalian tema, hendaklah memperhatikan beberapa persyaratan berikut ini:[28]
1)   Tema hendaklah tidak terlalu luas, namun dekat dengan dunia anak.
2)   Tema harus bermakna, maksudnya, tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi  siswa untuk pembelajaran selanjutnya.
3)   Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
4)   Tema yang dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak.
5)   Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber  belajar.
b.    Prinsip pengelolaan pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran tematik akan dapat optimal, apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Dalam pengelolaan pembelajaran, hendaklah guru memperhatikan hal-hal berikut ini:
1)   Guru hendaklah jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar.
2)   Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya hubungan kerjasama.
3)   Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
c.    Prinsip evaluasi
Pada dasarnya, evaluasi merupakan fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kegiatan dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini, maka dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, ada beberapa langkah positif yang harus dilakukan, yaitu:
1)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation), disamping bentuk evaluasi lainnya.
2)   Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

d.   Prinsip reaksi
Maknanya adalah guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna. Dalam pembelajaran tematik, seorang guru hendaklah menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiringan tersebut
3.    Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut depdiknas, pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain adalah sebagai berikut:[29]
a.         Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia dini.[30]
b.         Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan  pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
c.         Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi  siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama.
d.        Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
e.         Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya.
f.          Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.[31]
Dalam karakteristik yang lain, sebagaimana yang dikutip oleh Trianto mengatakan bahwa  pembelajaran tematik itu berpusat pada siswa[32], memberikan pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.[33]


4.    Sintaks Model Pembelajaran Tematik
Sintaks adalah tahap-tahap kegiatan dari sebuah model pembelajaran.[34] Sintaks pembelajaran tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah (tahap-tahap) pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti tahapan-tahapan yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahapan yaitu, tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evalusai. Berkaitan dengan itu, maka sintaks model pembelajaran tematik dapat direduksi dari berbagai model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, dan model pembelajaran berdasarkan masalah. Sedangkan sintaks dalam pembelajaran terpadu bersifat luwes dan fleksibel. Artinya dapat diakomodasi dari berbagai model pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau merekonstruksi.[35]
a.         Tahap perencanaan
1)        Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan
Karakteristik mata pelajaran dalam hal ini menjadi pijakan untuk kegiatan awal. Contoh, untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir dengan keterampilan sosial. Adapun untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.[36]
2)        Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat digariskan dalam suatu unit pembelajaran.
3)        Menentukan sub-keterampilan yang dipadukan
Secara umum keterampilan yang harus dikuasai meliputi, keterampilan berpikir (thinking skills), keterampilan sosial (social skills), dan keterampilan mengorganisasi (organizer skills).
4)        Merumuskan indikator hasil belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan sub-keterampilan yang telah dipilih, maka mulailah dirumuskan indikator. Indikator sendiri merupakan gambaran minimal mengenai ciri-ciri peserta didik yang dianggap telah mencapai kemampuan dasar pada tingkat usia tertentu.
5)        Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap sub-keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.[37]
b.         Tahap pelaksanaan
Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran tematik atau terpadu meliputi: pertama, guru hendaklah tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menjadi bisa belajar sendiri. kedua, pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok, dan ketiga, guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali  tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.[38] Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran yang menurut Muchlas adalah dalam satu tatap muka dipadukan beberapa model pembelajaran.
c.         Tahap evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Departemen Pendidikan Nasional, hendaknya memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran tematik atau terpadu sebagai berikut: [39]
1)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya.
2)   Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
5.    Implikasi Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model inovasi, model pembelajaran tematik tidak mudah untuk dilaksanakan, karena memerlukan penyesuaian diri dan kemauan untuk beradaptasi. Hal ini mengingat, bahwa pada model pembelajaran tematik yang mamadukan berbagai disiplin ilmu memerlukan manajemen pembelajaran yang cukup kompleks. Berdasarkan alasan tersebut, pembelajaran tematik yang diterapkan pada kelas-kelas awal sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah membawa beberapa implikasi yang harus disadari oleh semua pihak. Implikasi itu bagaikan sebilah mata pedang yang mempunyai dua sisi. Satu pihak memberikan keuntungan tetapi di pihak lain, membawa konsekuensi tertentu yang harus ditanggung oleh penanggung jawab pendidikan. Diantara implikasi tersebut adalah: [40]
a.         Implikasi terhadap eksistensi guru dan peserta didik
1)        Eksistensi guru
Maknanya adalah, karena pembelajaran tematik merupakan gabungan antara berbagai bidang kajian, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan (holistic) dan keterpaduan.
Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Dalam pembelajaran tematik ini, diperlukan guru yang kreatif, baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.[41]
Berbeda dengan pembelajaran konvensional, maka pembelajaran tematik menuntut kreativitas guru yang tinggi dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak didik. Guru juga harus mampu berimprovisasi dalam segala medan yang dihadapi, termasuk dalam menghadapi murid yang kemampuannya beragam, sarana dan prasarana yang harus sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, dan menyusun kompetensi atau indikator yang harus dicapai oleh siswa. Sehingga hal ini menuntut beban guru yang berat dan lebih banyak dibandingkan dengan pelaksanaan pembelajaran konvensional. Untuk mengatasi hal ini, maka ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu: team teaching dan guru tunggal. Hal ini disesuaikan dengan keadaan guru dan kebijakan sekolah masing-masing.[42]
2)        Wawasan peserta didik
Beban guru yang semakin meningkat  akan berimplikasi pula terhadap beban anak didik. Menurut Depdiknas, dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh guru berkaitan dengan anak didik, yaitu: [43]
a.     Anak didik harus mampu bekerja secara individual, berpasangan, atau berkelompok sesuai dengan tuntutan skenario pembelajaran.
b.    Peserta didik harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif, misalnya melakukan diskusi kelompok dan pemecahan masalah.
Dilihat dari aspek peserta didik di atas, pembelajaran tematik memiliki peluang untuk pengembangan kreativitas akademik. Hal ini disebabkan karena model ini menekankan pada pengembangan kemampuan analitik terhadap konsep-konsep yang dipadukan sehingga dapat mengembangkan kemampuan asosiasi konsep dan aplikasi konsep, serta kemampuan eksploratif dan elaboratif. Maka dalam hal ini peserta didik dituntut untuk berpikir secara luas dan mendalam.
b.         Implikasi terhadap kebutuhan bahan ajar, sarana prasarana, sumber belajar dan media.
1)        Bahan ajar
Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran tematik. Karena pembelajaran tematik merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang  tercakup dalam satu tema. Maka dalam pembelajaran ini, diperlukan bahan ajar yang lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan bahan ajar dalam pembelajaran yang lain. Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran tematik dapat berbentuk teks tertulis, majalah, brosur, surat kabar, atau berupa lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam dan sosial sehari-hari. Seorang guru yang akan menyusun materi perlu mengumpulkan dan menyusun bahan kepustakaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus.[44]
2)        Sarana prasarana
Model pembelajaran tematik pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan autentik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tematik diperlukan berbagai sarana dan prasarana pembelajaran yang khas. Maka seorang guru harus memilihkan sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai serta memiliki kegunaan yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang studi yang terkait. Karena digunakan untuk pembelajaran konsep yang direkatkan oleh tema, maka penggunaan sarana dan prasarana pembelajaran harus disediakan lebih efisien mungkin.
Namun demikian, dalam pembelajaran ini, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sarana yang relatif lebih banyak dari pembelajaran monolitik. Hal ini disebabkan untuk memberikan pengalaman yang terpadu dan peserta didik juga harus diberikan ilustrasi dan demonstrasi yang komprehensif untuk satu topik tertentu. Guru dalam pembelajaran ini juga diharapkan dapat mengoptimalkan sarana prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran tematik.[45]
3)        Sumber belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar, namun juga dapat dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat merangsang siswa untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan  bidang ilmu yang dipelajarinya. Dalam mengembangkan sumber belajar, disamping  guru harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran, juga harus mampu berinisiatif untuk mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang lebih konkret.[46]
Implementasi pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran sudah tercantum dalam kurikulum. Proses pembelajaran yang efektif adalah proses pembelajaran yang menggunakan berbagai ragam sumber belajar dan dibarengi dengan pengelolaan yang profesional. Oleh karena itu, kegiatan belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa dengan melakukan pengamatan terhadap benda-benda atau situasi yang ada di lingkungan sekitar.[47] Maka pembelajaran tematik dalam konteks ini lebih menekankan pada ketersediaan sumber belajar yang relevan dengan kehidupan siswa.
4)        Media pembelajaran
Pembelajaran tematik pada dasarnya merupakan optimalisasi penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. Suatu konsekuensi logis mengingat bahwa cakupan materi pada pembelajaran tematik jauh lebih kompleks dari model pembelajaran lainnya. Hal ini cukup dipahami, karena pada pembelajaran tematik memerlukan keterpaduan materi dari berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi).

F.        Kesimpulan  
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Berkenaan dengan perencanaan pelaksanaan pembelajaran tematik, maka hal pertama yang harus diperhatikan oleh guru adalah kejelian didalam mengidentifikasi SK/KD dan menetapkan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan. Guru harus memahami betul kandungan isi dari masing-masing kompetensi dasar dan indikator tersebut sebelum dilakukan pemaduan-pemaduan. Maka didalam merancang pembelajaran tematik, ada beberapa hal yang harus perlu dilakukan oleh guru: (1) mulailah dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang akan diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Tema-tema yang ditetapkan hendaklah menyesuaikan dengan lingkungan yang terdekat dengan siswa, dimulai dari hal-hal yang termudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak. (2) mulailah dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, lalu dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran.
G.      Saran
Agar implementasi model pembelajaran tematik dapat dilakukan dengan baik, maka guru harus memahami dan mengerti bagaimana hakikat dari model pembelajaran tematik itu sendiri, bagaimana langkah-langkahnya, prinsip-prinsipnya, serta pelaksanaannya. Karena keberhasilan suatu model pembelajaran tergantung dari seberapa paham dan mengerti seorang guru tersebut terhadap model pembelajaran yang dilaksanakan, serta bagaimana metode atau cara yang digunakan.





DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005)
Andi Prastowo, Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu (Jakarta: Prenadamedia Group, cetakan 1, Januari 2015)
-----------------, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015)
Annisatul Mufarokah, Strategi dan Model Pembelajaran (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013)
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar (Jakarta: Depdiknas, 1996)
Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2007)
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu (Jakarta: Depdiknas, 2006)
Departemen Pendidikan Nasional, Strategi Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006)
E.Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, cetakan pertama, 2012)
------------, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung Remaja Rosdakarya, 2013)
http://id.wikipedia.org/wiki/Tematik, diakses pada tanggal 8 April 2016
http://id.wikipedia.org/wiki/Tematik, diakses pada tanggal 8 April 2016
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
H. Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2014)
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik (Bandung: Nusa Media, 2012)
Kunandar, Guru Professional: Implementasi KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)
Muhammad Thobroni, dkk, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)
Mukhtar Latif, dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014)
Mbak Itadz, Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008)
Mamat SB, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005)
Nunuk Suryani, dkk, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2012)
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)
Forgarty, The Mindfull school: How To Integrate The Curricula (Palatine, Illionis: Skylight Publishing Inc, 1991)
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005)
Saleh Haji, Dampak Penerapan Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Pendidikan, Vol. 10. No 1, Fakultas Kejuruan Ilmu Pengetahuan Tahun 2009
Suprayekti, Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata Pelajaran IPA di SD. Dalam http:/// www.teknologipendidikan.net.2005. Diakses pada 15 April 2016
Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007)
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
-------, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)
-------, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)
Ujang Sukandi, Belajar Aktif dan Terpadu (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2003)
Wachyu Sundayana, Pembelajaran Berbasis Tema (Jakarta: Erlangga, 2014)
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2012)



[1] Mbak Itadz, Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 1.
[2] E.Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, cetakan pertama, 2012), hlm. 34
[3] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hlm. 131.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Tematik, diakses pada tanggal 8 April 2016
[5] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2012), hlm. 211.
[6] Andi Prastowo, Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu (Jakarta: Prenadamedia Group, cetakan 1, Januari 2015), hlm. 19.
[7] Saleh Haji, Dampak Penerapan Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Pendidikan, Vol. 10. No 1, Fakultas Kejuruan Ilmu Pengetahuan Tahun 2009.
[8] Waluyo Adi, Artikel dengan judul, Konsekuensi Pembelajaran Tematik di TK dan SD.
[9] Muh. Wasith Achadi, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Berwawasan Budi Pekerti. Disertasi (Yogyakarta: Uin Sunan Kalijaga, 2014), hlm. 19.
[10] Suprayekti, Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata Pelajaran IPA di SD. Dalam http:/// www.teknologipendidikan.net.2005. Diakses pada 15 April 2016. Lihat pula Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 35.
[11] Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 33
[12] Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 2. Lihat pula Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik (Bandung: Nusa Media, 2012), hlm. 7.
[13] Annisatul Mufarokah, Strategi dan Model Pembelajaran (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hlm. 16-17.
[14] Muhammad Thobroni, dkk, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 18. Lihat pula H. Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 111.
[15] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 5. Lihat pula Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 64.
[16] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 142.
[17] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005), hlm. 9.
[18] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, Op,cit, hlm. 10.
[19] Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 177-178. Lihat pula Wachyu Sundayana, Pembelajaran Berbasis Tema (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 14.
[20] Kunandar, Guru Professional: Implementasi KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 311
[21] Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu (Jakarta: Depdiknas, 2006), hlm. 5
[22] Ujang Sukandi, Belajar Aktif dan Terpadu (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2003), hlm. 3
[23] Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), hlm. 253.
[24] Anissatul Mufarokah, Strategi dan Model-Model Pembelajaran, Op,cit, hlm. 202.
[25] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm.156-157.
[26] Mamat SB, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 7.
[27] Ibid, hlm. 154-155.
[28] Nunuk Suryani, dkk, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2012), hlm. 99.
[29] Departemen Pendidikan Nasional, Strategi Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006), hlm. 6.
[30] B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 136.
[31] Ibid, hlm. 137.
[32] Mukhtar Latif, dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 113.
[33] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm. 163.
[34] Ahmad Zayadi, dkk, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual, Op,cit, hlm. 82.
[35] Ibid, hlm. 167.
[36] Forgarty, The Mindfull school: How To Integrate The Curricula (Palatine, Illionis: Skylight Publishing Inc, 1991), hlm. 28.
[37] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm. 169.
[38] Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar (Jakarta: Depdiknas, 1996), hlm. 6.
[39] Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar, Op,cit, hlm. 6.
[40] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm. 173.
[41] Departemen Pendidikan Nasional, Strategi Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa (Jakarta: Depdiknas, 2006). Lihat pula Trianto, op,cit, hlm. 174.
[42] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 117-119.
[43] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm. 178.
[44] Ibid, hlm, 180.
[45] Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, Op,cit, hlm. 181.  
[46] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 49.
[47] Ibid, hlm. 181. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar