PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN
KREATIVITAS ANAK USIA DINI DI SEKOLAH INKLUSI
Pendahuluan
Pendidikan anak usia
dini (PAUD) adalah pendidikan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun.[1] PAUD
bertujuan untuk mengembangkan potensi anak usia dini sehingga anak berkembang
dengan baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya.[2] Hal
ini didasarkan kepada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang
kurikulum 2013 pendidikan anak usia dini pasal 1 yang disempurnakan dengan
ungkapan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3]
Indonesia
merupakan salah satu negara dengan upaya pemerataan pendidikan dalam
rangka menuntaskan wajib belajar bagi semua anak di Indonesia. Hal ini mempunyai arti yang sangat strategis untuk mencerdaskan bangsa dan selaras dengan pesan education for all.[4] Dengan demikian, pendidikan harus diberikan kepada setiap warga tanpa memandang perbedaan etnik atau suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Prinsipnya adalah semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan dapat mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan bakat dalam dirinya.
rangka menuntaskan wajib belajar bagi semua anak di Indonesia. Hal ini mempunyai arti yang sangat strategis untuk mencerdaskan bangsa dan selaras dengan pesan education for all.[4] Dengan demikian, pendidikan harus diberikan kepada setiap warga tanpa memandang perbedaan etnik atau suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Prinsipnya adalah semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan dapat mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan bakat dalam dirinya.
Sebagai
sebuah fitroh manusia, maka kreativitas merupakan sesuatu yang penting untuk
dikembangkan dalam diri anak, terlepas apakah anak tersebut normal atau
mengalami gangguan dalam perkembangannya. Dalam hal ini guru harus bersikap
adil dengan tanpa membedakan antara anak yang satu dengan yang lainnya,
mengingat prinsip yang terkandung dalam pendidikan inklusi itu sendiri yaitu setiap
orang secara inheren punya hak terhadap pendidikan atas dasar kesamaan
kesempatan.[5]
Kajian Literatur
1. Pengertian kreativitas
Secara etimologi, kreativitas berasal
dari bahasa inggris yakni creativity,
dari akar kata creative yang berarti able to make new things.[6]
Secara terminologi banyak para ahli yang mendefinisikannya sesuai dengan cara
pandangnya. Munandar mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat kombinasi baru berdasarkan data atau informasi untuk menemukan
keragaman jawaban terhadap suatu masalah.[7]
Lebih lanjut Guilford dalam Syafaruddin mengatakan bahwa kreativitas dapat
dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam
berfikir dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya, dan memperinci
suatu gagasan.[8]
Dalam pengertian yang lebih luas
kreativitas dimaknai sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan
orisinal yang berbentuk ide-ide, alat-alat serta lebih spesifik lagi keahlian
untuk menemukan sesuatu yang baru,[9]
serta berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.[10]
Lepas dari semua pengertian tersebut, untuk mengembangkan kreativitas, dibutuhkan
latihan yang sungguh-sungguh dan rangsangan. Salah satu rangsangan yang sangat
penting adalah kasih sayang (touch). Dengan
kasih sayang, anak akan memiliki kemampuan untuk menyatakan berbagai pengalaman
emosionalnya dan mencoba mengolahnya dengan baik.
2.
Pentingnya
pengembangan kreativitas sejak dini
Kreativitas merupakan salah satu potensi
alamiah dalam diri anak yang penting sekali untuk dikembangkan. Pemahaman ini
sebenarnya berangkat dari sebuah asumsi yang mengatakan bahwa setiap anak
memiliki multi potensi, multi kreativitas dan kecerdasan jamak yang semua itu
akan nampak manakala ada usaha untuk mengembangkannya. Dalam
konteks meningkatkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan
suatu bangsa, maka langkah penting yang perlu dilakukan adalah mengembangkan
kreativitas keberbakatan putera puteri bangsa.[11]
Dengan bekal kreativitas yang dimiliki, maka anak-anak akan mampu berinovasi
secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan
kompleks.[12]
Mengembangkan kreativitas dalam kaitannya dengan
anak usia dini dimaknai sebagai tahap awal dari seluruh tahapan kreativitas
yang ada. Artinya sebagai landasan awal yang kokoh untuk hadirnya kreativitas
yang sejati. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan, fondasi itulah yang
menentukan wujud bangunan selanjutnya. Begitu pula dengan kreativitas anak,
sebagai fondasi, ia sangat membutuhkan penggarapan yang serius dari awal.
Beberapa alasan mendasar pentingnya pengembangan kreativitas anak
sejak dini dibawah ini setidaknya menjadi peringatan bagi orang tua atau guru
untuk lebih peka dan peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,
diantaranya adalah: a) karena masa usia dini merupakan masa terbaik dalam
mengembangkan kreativitas anak melalui bermain, b) proses reward dan
memberikan kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk bereksplorasi
(menjelajah) dan memuaskan rasa ingin tahunya dapat membantu anak mengembangkan
kreativitasnya, c) pemanfaatan waktu senggang, seperti kegiatan membaca,
bercakap-cakap, dan kegiatan bermain dapat memacu tumbuhnya kreativitas anak.[13] Klimaksnya adalah kreativitas
tersebut bukanlah suatu anugrah yang bersifat statis namun bisa dilatih dan dikembangkan
lebih jauh, karena setiap individu telah dibekali dengan kemampuan kreatifnya.[14].
3.
Mengembangkan
kreativitas dalam pembelajaran
Mengembangkan kreativitas
anak usia dini dalam pembelajaran harus dilaksanakan secara efektif, efisien,
produktif dan akuntabel. Untuk itu perlu direncanakan, dilaksanakan serta
dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan, proporsional dan
profesional. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
kreativitas anak usia dini dalam pembelajaran adalah: pembelajarannya harus
menyenangkan, belajar sambil bermain, mamadukan pembelajaran dengan
perkembangan dan belajar dalam konteks nyata.[15]
a. Pembelajaran yang menyenangkan
Dalam
standar proses kurikulum anak usia dini dikemukakan bahwa proses pembelajaran harus
menyenangkan agar anak mudah mencapai tujuan. Suasana menyenangkan akan
menimbulkan kegembiraan, dan kegembiraan merupakan syarat yang harus dipenuhi
agar pembelajaran berhasil. Kegembiraan belajar adalah bangkitnya minat, adanya
keterlibatan penuh, terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan.[16]
Dalam teori montessori dikatakan bahwa metode belajar yang menyenangkan yang
disesuaikan dengan kecenderungan belajar pada setiap usia dapat meningkatkan
minat belajar anak dan membuat anak menjadi berpikir bahwa belajar itu
menyenangkan.[17]
b. Belajar sambil bermain
Dunia
anak adalah bermain. Menurut Tedjasaputra, melalui bermain anak akan memperoleh
banyak keuntungan yang tidak sedikit. Dari permainan yang mereka lakukan atau
mainkan anak akan mendapat stimulasi yang cukup banyak.[18]
Melalui bermain pula anak dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan
diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, mengalah, sportif dan sikap-sikap
positif lainnya. Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi,
menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif
untuk bereksplorasi, dan mempelajari keterampilan baru. Oleh sebab itu,
pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga melalui bermain anak-anak
menemukan konsep dengan suasana yang menyenangkan.[19]
c. Mamadukan pembelajaran dengan perkembangan
Berbicara
kreativitas sebenarnya bukan hanya satu sisi saja yang menjadi fokus dalam
pembelajaran anak usia dini, sebab mereka memiliki berbagai aspek perkembangan,
seperti perkembangan fisik, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, spiritual dan
sosial. Aspek-aspek perkembangan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh sehingga pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia
dini adalah berusaha untuk memadukan semua komponen pembelajaran dan
perkembangan. Memadukan pembelajaran dengan perkembangan anak usia dini akan
memberikan kemudahan kepada para pendidik untuk memberikan layanan yang tepat
sehingga mereka bisa menyajikan pendidikan yang efektif, efisien, produktif dan
akuntabel.
d. Belajar dalam konteks nyata
Belajar
bagi anak usia dini merupakan suatu proses langsung dalam bentuk pengamatan,
interaksi dan dalam konteks nyata. Hal ini penting bagi anak usia dini, karena
mereka masih berada dalam tahap perkembangan kognitif pra-operasional. Perkembangan
indra yang pesat dan tenaga yang tak pernah habis memungkinkan anak-anak pada
tahap ini untuk selalu bergerak, membongkar pasang objek, dan menyelidiki
segala sesuatu. Berdasarkan perkembangan anak tersebut, maka pembelajaran di TK
harus dimulai dari benda-benda konkret, dan guru dapat memberi persoalan yang
menantang anak untuk melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda.[20]
[1] E. Mulyasa, Manajemen PAUD
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. iii.
[2] Dhiarti Tejaningrum, “Pengembangan
Alat Permainan My Costume Untuk Menstimulasi Kecerdasan Visual-Spasial Pada
Anak Usia Dini Autis”. Jurnal Inklusi, Vol. 1. No. 2 Juli-Desember Tahun 2014. hlm.
136.
[3] Salinan Peraturan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014
Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak
Usia Dini, hlm. 2.
[4] Sigit Prasetyo,” Implikasi Ajaran Pestalozzi Dalam Pembelajaran Sains Di
Mi/Sd Penyelenggara Inklusi”, Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, Vol.
8. No. 1, Juni 2016, hlm. 90.
[5] Mahmud Arif, dkk, Antologi
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Islam (Program Pascasarjana UIN
Sunan Kalijag, 2013), hlm. 117.
[6] Pearson Longman, Longman Handy Learner’s Dictionary of
American English (England: Pearson Education Limited, 200), hlm. 97.
[7] Utami Munandar, Kreativitas dan
Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi dan Bakat (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1999), hlm. 7.
[8] Syafaruddin dan Herdianto,
Pendidikan Pra-Sekolah (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 87.
[9] Wahyudin, A to Z Anak Kreatif
(Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 3.
[10] Diana Mutiah, Psikologi Bermain
Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42.
[11] Conny R. Semiawan, Kreativitas Keberbakatan (Jakarta:
Indeks, 2010), hlm. Ix.
[12] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 39.
[13] Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan
Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), hlm. 231-232.
[14] Tritjahjo Danny Soesilo,
Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm.
8.
[15] E. Mulyasa, Manajemen PAUD…, Op,cit, hlm. 97.
[16] Ihsana El-Khuluqo, Manajemen
PAUD (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. xii.
[17] Maria Montessori, The
Absorbend Mind , terj. Dariyatno, The
Absorbend Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hlm. X-XI.
[18] Mayke S. Tedjasaputra, Bermain,
Mainan dan Permainan (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 16.
[19] Dwi Yulianti, Bermain Sambil
Belajar Sains di TK (Jakarta: Indeks, 2010), hlm. 25.
[20] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hlm. 131.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar