Minggu, 04 Desember 2016

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DI SEKOLAH INKLUSI

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DI SEKOLAH INKLUSI
Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun.[1] PAUD bertujuan untuk mengembangkan potensi anak usia dini sehingga anak berkembang dengan baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya.[2] Hal ini didasarkan kepada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang kurikulum 2013 pendidikan anak usia dini pasal 1 yang disempurnakan dengan ungkapan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3]   
Indonesia merupakan salah satu negara dengan upaya pemerataan pendidikan dalam
rangka menuntaskan wajib belajar bagi semua anak di Indonesia. Hal ini mempunyai arti yang sangat strategis untuk mencerdaskan bangsa dan selaras dengan pesan education for all.[4]
Dengan demikian, pendidikan harus diberikan kepada setiap warga tanpa memandang perbedaan etnik atau suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Prinsipnya adalah semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan dapat mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan bakat dalam dirinya.  
Sebagai sebuah fitroh manusia, maka kreativitas merupakan sesuatu yang penting untuk dikembangkan dalam diri anak, terlepas apakah anak tersebut normal atau mengalami gangguan dalam perkembangannya. Dalam hal ini guru harus bersikap adil dengan tanpa membedakan antara anak yang satu dengan yang lainnya, mengingat prinsip yang terkandung dalam pendidikan inklusi itu sendiri yaitu setiap orang secara inheren punya hak terhadap pendidikan atas dasar kesamaan kesempatan.[5]
Kajian Literatur
1.    Pengertian kreativitas
Secara etimologi, kreativitas berasal dari bahasa inggris yakni creativity, dari akar kata creative yang berarti able to make new things.[6] Secara terminologi banyak para ahli yang mendefinisikannya sesuai dengan cara pandangnya. Munandar mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data atau informasi untuk menemukan keragaman jawaban terhadap suatu masalah.[7] Lebih lanjut Guilford dalam Syafaruddin mengatakan bahwa kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam berfikir dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya, dan memperinci suatu gagasan.[8]
Dalam pengertian yang lebih luas kreativitas dimaknai sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal yang berbentuk ide-ide, alat-alat serta lebih spesifik lagi keahlian untuk menemukan sesuatu yang baru,[9] serta berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.[10] Lepas dari semua pengertian tersebut, untuk mengembangkan kreativitas, dibutuhkan latihan yang sungguh-sungguh dan rangsangan. Salah satu rangsangan yang sangat penting adalah kasih sayang (touch). Dengan kasih sayang, anak akan memiliki kemampuan untuk menyatakan berbagai pengalaman emosionalnya dan mencoba mengolahnya dengan baik.
2.        Pentingnya pengembangan kreativitas sejak dini
Kreativitas merupakan salah satu potensi alamiah dalam diri anak yang penting sekali untuk dikembangkan. Pemahaman ini sebenarnya berangkat dari sebuah asumsi yang mengatakan bahwa setiap anak memiliki multi potensi, multi kreativitas dan kecerdasan jamak yang semua itu akan nampak manakala ada usaha untuk mengembangkannya. Dalam konteks meningkatkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan suatu bangsa, maka langkah penting yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kreativitas keberbakatan putera puteri bangsa.[11] Dengan bekal kreativitas yang dimiliki, maka anak-anak akan mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks.[12]  
Mengembangkan kreativitas dalam kaitannya dengan anak usia dini dimaknai sebagai tahap awal dari seluruh tahapan kreativitas yang ada. Artinya sebagai landasan awal yang kokoh untuk hadirnya kreativitas yang sejati. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan, fondasi itulah yang menentukan wujud bangunan selanjutnya. Begitu pula dengan kreativitas anak, sebagai fondasi, ia sangat membutuhkan penggarapan yang serius dari awal.
Beberapa alasan mendasar pentingnya pengembangan kreativitas anak sejak dini dibawah ini setidaknya menjadi peringatan bagi orang tua atau guru untuk lebih peka dan peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya adalah: a) karena masa usia dini merupakan masa terbaik dalam mengembangkan kreativitas anak melalui bermain, b) proses reward dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk bereksplorasi (menjelajah) dan memuaskan rasa ingin tahunya dapat membantu anak mengembangkan kreativitasnya, c) pemanfaatan waktu senggang, seperti kegiatan membaca, bercakap-cakap, dan kegiatan bermain dapat memacu tumbuhnya kreativitas anak.[13]  Klimaksnya adalah kreativitas tersebut bukanlah suatu anugrah yang bersifat statis namun bisa dilatih dan dikembangkan lebih jauh, karena setiap individu telah dibekali dengan kemampuan kreatifnya.[14].
3.        Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran
Mengembangkan kreativitas anak usia dini dalam pembelajaran harus dilaksanakan secara efektif, efisien, produktif dan akuntabel. Untuk itu perlu direncanakan, dilaksanakan serta dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan, proporsional dan profesional. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini dalam pembelajaran adalah: pembelajarannya harus menyenangkan, belajar sambil bermain, mamadukan pembelajaran dengan perkembangan dan belajar dalam konteks nyata.[15]
a.    Pembelajaran yang menyenangkan
Dalam standar proses kurikulum anak usia dini dikemukakan bahwa proses pembelajaran harus menyenangkan agar anak mudah mencapai tujuan. Suasana menyenangkan akan menimbulkan kegembiraan, dan kegembiraan merupakan syarat yang harus dipenuhi agar pembelajaran berhasil. Kegembiraan belajar adalah bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan.[16] Dalam teori montessori dikatakan bahwa metode belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan kecenderungan belajar pada setiap usia dapat meningkatkan minat belajar anak dan membuat anak menjadi berpikir bahwa belajar itu menyenangkan.[17]
b.    Belajar sambil bermain
Dunia anak adalah bermain. Menurut Tedjasaputra, melalui bermain anak akan memperoleh banyak keuntungan yang tidak sedikit. Dari permainan yang mereka lakukan atau mainkan anak akan mendapat stimulasi yang cukup banyak.[18] Melalui bermain pula anak dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, mengalah, sportif dan sikap-sikap positif lainnya. Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, dan mempelajari keterampilan baru. Oleh sebab itu, pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga melalui bermain anak-anak menemukan konsep dengan suasana yang menyenangkan.[19]
c.    Mamadukan pembelajaran dengan perkembangan
Berbicara kreativitas sebenarnya bukan hanya satu sisi saja yang menjadi fokus dalam pembelajaran anak usia dini, sebab mereka memiliki berbagai aspek perkembangan, seperti perkembangan fisik, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, spiritual dan sosial. Aspek-aspek perkembangan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh sehingga pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah berusaha untuk memadukan semua komponen pembelajaran dan perkembangan. Memadukan pembelajaran dengan perkembangan anak usia dini akan memberikan kemudahan kepada para pendidik untuk memberikan layanan yang tepat sehingga mereka bisa menyajikan pendidikan yang efektif, efisien, produktif dan akuntabel.
d.   Belajar dalam konteks nyata
Belajar bagi anak usia dini merupakan suatu proses langsung dalam bentuk pengamatan, interaksi dan dalam konteks nyata. Hal ini penting bagi anak usia dini, karena mereka masih berada dalam tahap perkembangan kognitif pra-operasional. Perkembangan indra yang pesat dan tenaga yang tak pernah habis memungkinkan anak-anak pada tahap ini untuk selalu bergerak, membongkar pasang objek, dan menyelidiki segala sesuatu. Berdasarkan perkembangan anak tersebut, maka pembelajaran di TK harus dimulai dari benda-benda konkret, dan guru dapat memberi persoalan yang menantang anak untuk melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda.[20]



[1] E. Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. iii.
[2] Dhiarti Tejaningrum, “Pengembangan Alat Permainan My Costume Untuk Menstimulasi Kecerdasan Visual-Spasial Pada Anak Usia Dini Autis”. Jurnal Inklusi, Vol. 1. No. 2 Juli-Desember Tahun 2014. hlm. 136. 
[3] Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 2.
[4] Sigit Prasetyo,” Implikasi Ajaran Pestalozzi Dalam Pembelajaran Sains Di Mi/Sd Penyelenggara Inklusi”, Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, Vol. 8. No. 1, Juni 2016,  hlm. 90.
[5] Mahmud Arif, dkk, Antologi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Islam (Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijag, 2013), hlm. 117.
[6] Pearson Longman, Longman Handy Learner’s Dictionary of American English (England: Pearson Education Limited, 200), hlm. 97.
[7] Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi dan Bakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 7.
[8] Syafaruddin dan Herdianto, Pendidikan Pra-Sekolah (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 87.
[9] Wahyudin, A to Z Anak Kreatif (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 3.
[10] Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42.
[11] Conny R. Semiawan, Kreativitas Keberbakatan (Jakarta: Indeks, 2010), hlm. Ix.
[12] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 39.
[13] Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), hlm. 231-232.
[14] Tritjahjo Danny Soesilo, Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 8.
[15] E. Mulyasa, Manajemen PAUD…, Op,cit, hlm. 97.
[16] Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. xii.
[17] Maria Montessori, The Absorbend  Mind , terj. Dariyatno, The Absorbend Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. X-XI.
[18] Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 16.
[19] Dwi Yulianti, Bermain Sambil Belajar Sains di TK (Jakarta: Indeks, 2010), hlm. 25.
[20] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hlm. 131. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar