A.
Definisi Kreativitas Dan Urgensi
Pengembangannya
1.
Definisi Kreativitas
Beragam
definisi yang digunakan untuk membatasi maksud yang terkandung dalam pengertian
kreativitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengertian ini telah menyebar luas
dan banyak digunakan oleh individu-individu yang memiliki keahlian yang
berbeda, dan peradaban yang variatif yang secara otomatis hal ini menyebabkan
munculnya sejumlah definisi.[1]
Seiring dengan bertambahnya tingkat kerancauan mengenai pengertian kata
tersebut, maka penulis dalam hal ini akan mengemukakan beberapa macam definsi
kreativitas.
Wahyudin, mengemukakan
bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan original
yang berbentuk ide-ide, alat-alat serta lebih spesifik lagi keahlian untuk
menemukan sesuatu yang baru.[2]
Jadi, kata menghasilkan sesuatu disini sebenarnya sudah ada dalam diri kita,
namun masih tersembunyi. Sudah ada karena sudah diciptakan oleh Allah Swt,
tersembunyi karena kita belum dikaruniai pengetahuan tentangnya, dan untuk
membukanya, kita harus mengikuti proses-proses yang sudah ditetapkan Allah Swt
untuk kita ikuti, sehingga kemampuan berbentuk ide-ide untuk menghasilkan
sesuatu yang baru itu lambat laun akan nampak.[3]
Dalam
pengertian lain dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan
atau mendapatkan ide,[4]
serta berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.[5]
Hal ini dimungkinkan terjadi apabila seorang guru mampu memposisikan dirinya
sebagai yang digugu dan ditiru. Karena jiwa yang kreatif itu, baru akan mampu
menemukan, mendapatkan ide dan pemecahan masalah apabila gurunya juga kreatif ,
baik dalam hal metode yang digunakan, alat yang disuguhkan, maupun dalam hal
memberikan kebebasan kepada peserta didiknya. Maka sebenarnya kreativitas itu
muncul dari dua arah yang saling memasuki antara guru dan peserta didiknya.
2.
Urgensi Pengembangan Kreativitas
Setiap orang
memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang
yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, namun yang diperlukan adalah
mengapa kreativitas itu sangat penting dikembangkan.[6]
Pentingnya kreativitas dikembangkan sejak dini, karena mengingat pada masa ini
perkembangan anak mengalami lompatan yang sangat signifikan, ditambah lagi
dengan masa keemasan, apapun yang akan diberikan akan berhasil dengan baik
selama lingkungan mendukung potensi kreativitasnya untuk berimprovisasi dan
berkreasi.
Kreativitas
bukanlah suatu anugrah yang bersifat statis namun bisa dilatih dan dikembangkan
lebih jauh, karena setiap individu telah dibekali dengan kemampuan kreatifnya.[7]
Beberapa alasan mendasar pentingnya pengembangan kreativitas anak sejak dini
adalah: a) karena masa usia dini merupakan masa terbaik dalam mengembangkan
kreativitas anak melalui bermain, b) proses reward dan memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk bereksplorasi (menjelajah) dan
memuaskan rasa ingin tahunya dapat membantu anak mengembangkan kreativitasnya,
c) pemanfaatan waktu senggang, seperti kegiatan membaca, bercakap-cakap, dan
kegiatan bermain dapat memacu tumbuhnya kreativitas anak.[8]
Beberapa
alasan di atas setidaknya memperkuat teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas anak usia dini
yaitu: 1) waktu, artinya anak perlu dibebaskan bermain tanpa pembatasan waktu yang ketat. 2) kesempatan sendiri,
artinya, agar anak mengembangkan imajinasinya perlu dibiarkan sendiri dengan
tidak ada tekanan social. 3) dorongan dan sarana, artinya, pemilihan sarana
yang baik akan mempengaruhi perkembangan kreativitasnya. 4) lingkungan yang
merangsang, artinya, ada dorongan dan suasana yang mendukung kebebasan
eksplorasi.[9]
B.
Strategi Pengembangan Kreativitas
Melalui Aktivitas Produk
Dalam dunia yang senantiasa berubah
ini, setiap manusia yang normal, baik laki-laki maupun perempuan, pasti ingin
menjadi orang yang kreatif. Setiap orang pasti berkeinginan untuk dapat
menyelesaikan semua masalah dengan mudah dan cepat, sehingga pada dasarnya
tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Setiap orang dengan cara dan
metodenya masing-masing pasti dapat menemukan jalan keluar bagi setiap
masalahnya serta memiliki potensi kreatif untuk mengubah dirinya. Dalam konteks
anak usia dini, potensi kreatifnya menjadi penting untuk dikembangkan, karena
pada masa ini fantasi dan imajinasinya sedang terbuka yang menyebabkan proses
internalisasi nilai menjadi lebih mudah, ditambah lagi dengan periode kritis golden age nya yang kompleks, dimana
apapun yang disuguhkan oleh lingkungan sekitarnya akan menjadi karakter
hidupnya. Karakter merupakan pembiasaan yang dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi sebuah kebiasaan. Oleh sebab itu, penting sekali di usia ini dibiasakan
untuk melakukan hal-hal yang akan menjadi potensi kreatif anak, baik melalui
aktivitas produk, karya nyata dan lain sebagainya.[10]
Banyak hal yang dapat kita lakukan
dan manfaatkan untuk mengembangkan kreativitas anak, misalnya melalui aktivitas
menciptakan produk atau hasil karya yang membuat anak semakin senang dan
selebihnya dapat dikembangkan menjadi inovasi yang lebih baru. Berikut ini akan
diuraikan lebih jauh mengenai strategi pengembangan kreativitas anak melalui
aktivitas menciptakan produk, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yeni
Rachmawati, dkk, dalam bukunya.[11]
1.
Boneka dan Benda dari batu
Nama
Permainan
|
Boneka dan
benda dari batu
|
Tujuan
|
Mengembangkan
kreativitas melalui kegiatan membuat boneka dari batu
|
Alat dan Bahan
yang digunakan:
o
Guru bersama anak-anak mengumpulkan
batu-batuan dengan berbagai ukuran yang kemudian dibersihkan untuk selanjutnya
dikeringkan.
o
Untuk melengkapi proses pembuatan
boneka dan benda lainnya, guru menyediakan bahan-bahan berupa kancing, cat
poster, lem, bulu ayam, atau kertas tisu serta kain perca.
o
Anak dapat menambahkan bahan apapun
yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan:
o
Anak-anak diminta untuk memilih ukuran
batu untuk badan, kepala, tangan, dan kaki boneka yang akan dibuatnya, dan
merekatkan batu-batuan tersebut dengan lem.
o
Selain membuat boneka batu, anak
dapat melakukan kreasi untuk membuat benda lainnya yang diinginkannya.
o
Kegiatan selanjutnya anak dapat
menghias boneka batu dan benda tersebut sesuai dengan imajinasinya dengan
bahan-bahan yang telah tersedia seperti cat, kacang hijau, rumput, ranting
pohon dan sebagainya.
2.
Patchwork gambar diri
Nama
permainan
|
Patchwork
gambar diri
|
Tujuan
|
Mengembangkan
kreativitas melalui kegiatan ekspresi gambar diri
|
Alat dan bahan
yang digunakan:
o
Guru menyediakan bahan berupa: kain
putih yang dipotong berbentuk kotak-kotak dengan ukuran kurang lebih 25 x 25
cm, kain tersebut dibagikan sehingga setiap anak mendapatkan satu helai kain.
o
Untuk melengkapi kegiatan ini, guru
menyediakan bahan lainnya yang menunjang seperti cat poster, kain perca, bulu
ayam atau kemoceng yang diambil bulunya, manik-manik, sepidol berwarna, kapas,
serta benang vol.
o
Anak-anak diperkenankan untuk
memberikan tambahan bahan yang dibutuhkan mereka untuk membuat patchwork gambar diri.
Kegiatan
o
Guru melakukan dialog tentang identitas
anak, keunikan dan ciri khas mereka, hobi mereka, binatang peliharaan, minat,
dan hal yang berkesan bagi anak.
o
Anak-anak diminta untuk menuangkan gambar dirinya di
atas kain putih yang dibagikan guru.
o
Anak-anak menghias gambar bebas
tentang dirinya dengan bahan yang telah dipersiapkan guru.
o
Anak-anak dapat menggunakan bahan
tambahan yang menurut mereka perlu ditambahkan untuk membuat patchwork gambar diri.
o
Setelah selesai, gambar tersebut
dikumpulkan, kemudian guru menjahitnya menjadi satu, sehingga menjadi patchwork.
3.
Menghias telur
Nama
permainan
|
Menghias
telur
|
Tujuan
|
Mengembangkan
kreativitas melalui ekspresi seni dan imajinasi dalam menghias kulit telur.
|
Alat dan bahan
yang digunakan:
o
Guru bersama anak-anak
mempersiapkan bahan yang diperlukan diantaranya: kulit telur yang masih
berbentuk bundar, cat poster, serta spidol.
o
Anak-anak dapat menambah bahan yang
diperlukan oleh mereka dalam menghias
kulit telur.
Kegiatan :
o
Sebagai kegiatan pendahuluan, guru
dapat melakukan dialog tentang kehidupan ayam dan manfaatnya bagi kelangsungan
hidup manusia.
o
Guru juga dapat membacakan kisah
tentang ayam dan telurnya.
o
Guru membagikan bahan pada anak dan
memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan imajinasi dan kemampuan
seninya dalam menghias telur.
C.
Strategi Menumbuhkan Jiwa
Kreatif Anak
Dalam menumbuhkan jiwa kreatif pada
anak usia dini diperlukan lingkungan yang dapat memperhatikan sifat alamiah dan
kreativitas anak untuk berimajinasi dalam segala hal. Ini merupakan bagian dari
proses untuk menghasilkan suatu produk kreatif, dimana selalu dibutuhkan
supportivitas dari orang-orang terdekat dengan anak. Hal inilah yang harus senantiasa
dipupuk dan dikembangkan guna untuk melahirkan pribadi-pribadi masa depan yang
dapat diandalkan. Keberhasilan seorang
guru dalam mencetak pribadi-pribadi peserta didik kreatif, sangat ditentukan
dari kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan
pembelajaran, karakteristik peserta didik, dan kendala sumber belajar.[12]
Agar semua ini berjalan lancar, maka dibutuhkan upaya nyata yang dimulai dari
penyusunan rencana dan pelaksanaannya secara konsisten. Sebaiknya, dalam
perencanaan dan pelaksanaan, guru dan peserta didik diharapkan dapat bekerja
sama.[13]
Hal ini bertujuan agar pada diri peserta didik muncul rasa kepemilikan.
Memang, untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik, harus diterapkan dalam pola asuh dan pola didik anak sejak
dini, dengan begitu anak akan belajar dan berkembang secara optimal dengan gaya
masing-masing.[14]
Hal ini tentunya membutuhkan proses yang berkelanjutan, serta membutuhkan
strategi dalam menumbuhkan keinginan kreatif anak, baik dalam hal karya,
produk, dan lain sebagainya. Berikut ini akan diuraikan lebih jauh mengenai
strategi guru dalam mengembangkan jiwa kreatif anak.[15]
a.
Pesona dan rasa takjub
Pesona dan rasa takjub terhadap
sesuatu merupakan sifat khas anak usia dini. Mereka pada umumnya sangat
terpengaruh oleh berbagai hal baru yang menakjubkan. Kadang-kadang orang tua
pun tidak mengerti letak kehebatan dan keanehan benda ataupun kejadian yang
dikagumi oleh anak. Anak-anak sangat polos dan murni sehingga mereka dapat
melihat dan mengamati secara terperinci benda-benda di sekitarnya dan merasakan
kehebatannya. Sebagai contoh, dalam mengamati seekor kupu-kupu, anak-anak akan
mengagumi keindahan sayapnya, badannya yang berwarna-warni dan kemampuannya
sehingga bisa terbang, dan membuat anak-anak menjadi terperangak dan mengikuti
ke arah mana terbangnya. Sikap anak seperti ini, terkadang menimbulkan perasaan
pesona dan takjub terhadap ciptaan Allah swt. Namun, perasaan takjub ini sedikit
demi sedikit akan hilang, manakala anak tidak diajar menghargai alam dengan
segala isinya. Karena dari alamlah pada dasarnya timbul karya-karya kreatif
yang harus dipahami dan dikembangkan oleh para pendidik .
b.
Imajinasi
Imajinasi merupakan dunia yang
identik dengan anak sehingga segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin
bagi anak usia dini. Melalui imajinasi, anak sering berpikir untuk menemukan
jawaban terhadap masalah yang dihadapinya, tetapi sering kali mendapat hambatan
dari orang dewasa di sekitarnya, karena mereka khawatir dengan imajinasi anak, dan
cenderung menghambatnya dengan larangan atau teguran. Pola asuh semacam ini
adalah salah, bahkan bisa menghambat kreativitas anak.[16]
Maka salah satu upaya yang dapat dilakukan para pendidik adalah memahami,
menghargai, membimbing dan mendukung imajinasi anak, serta mengajak mereka
untuk melakukan perjalanan imajinatif agar bisa menguasai masalahnya.[17]
c.
Rasa ingin tahu
Pada umumnya anak usia dini memiliki
antusias yang tinggi terhadap benda-benda di sekitarnya. Mereka akan memperhatikan,
mengamati cara kerjanya, menatapnya dengan detail, meraba dan menciumnya. Rasa
ingin tahu tersebut, sering kali membuat anak tidak peduli terhadap
lingkungannya, apakah akan mengakibatkan kotor, basah, panas, maupun merasa
sakit. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya keinginan anak untuk mengeksplorasi alam
dan lingkungan sekitarnya, serta keinginan untuk mengetahui sesuatu. Oleh sebab
itu, peran pendidik dalam hal ini adalah memberikan kebebasan dan kesempatan
kepada anak untuk menemukan sesuatu yang baru dalam dunianya. Hal ini sejalan
dengan konsep pendidikan yang baik yaitu memberikan kesempatan dan pengalaman
anak pada the joy of discovery
(indahnya penemuan baru).[18]
Sehingga dari sinilah akan terdorong rasa
ingin tahu anak untuk menciptakan karya atau gagasan baru yang berbeda
berdasarkan pengayaannya terhadap objek yang diamati.
d.
Banyak bertanya
Setiap
orang tua pasti pernah merasakan masa-masa ketika anaknya senang bertanya.
Bertanya tentang hal apa saja yang anaknya ingin tanyakan. Bila jawaban yang
diperoleh dirasa belum puas, maka anak akan terus bertanya sampai ia
benar-benar merasa puas. Adakalanya orang tua merasa kesal, tidak sabar bahkan
bisa memarahi anak kalau anaknya bolak-balik bertanya. Atau ada juga yang
bilang kalau anaknya itu cerewet atau bawel.[19]
Proses
bertanya merupakan fitrah bagi kehidupan seorang anak. Hal ini dikarenakan pada
masa pertumbuhannya, sel-sel neuron otak anak tidak begitu saja menelan setiap
informasi, namun dia selalu mempertanyakan sebelum disimpan lekat dalam file
memorinya. Anak yang banyak bertanya sebetulnya karena ia memiliki segudang
rasa keingintahuan tinggi akan berbagai hal. Pada masa ini perkembangan otaknya
sangat pesat, dimana anak merasakan haus akan informasi dan pengetahuan,
sehingga tidaklah mengherankan bila anak sering bertanya ini dan itu. Maka sebagai
orang tua bersyukurlah ketika anaknya melewati masa bertanya. Masa ini hanya
terjadi sekali seumur hidup. Bahkan
menurut para ahli, jika anak kita kurang suka bertanya, maka orang tua harus
memancing supaya anak banyak bertanya.
A.
Kesimpulan
Anak usia dini
adalah individu yang sedang mengalami perkembangan dalam banyak hal secara
kompleks. Perkembangan tersebut menjadi sebuah wahana efektif bagi orang tua,
guru, dan masyarakat secara umum untuk mengolahnya menjadi sebuah keterampilan yang
akan berimplikasi terhadap masa depan anak di masa mendatang dengan
membekalinya dengan berbagai macam kreativitas termasuk melalui aktivitas
produk dengan memberikan kebebasan berimajinasi, bereksplorasi, dan berimprovisasi
kepada anak. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk
mengembangkan jiwa kreatif anak, diantaranya: pesona dan rasa takjub,
imajinasi, rasa ingin tahu dan banyak bertanya.
DAFTAR PUSTAKA
Andi
Yudha Asfandiyar, Creative Parenting Today (Bandung: Mizan Pustaka, 2012)
Amal Abdussalam Al-Khalili,
Mengembangkan Kreativitas Anak (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005)
Diana Mutiah, Psikologi Bermain
Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
E.
Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012)
http://joylivingpermatabank.kenapa
anak banyak bertanya.
Hamzah
B. Uno, dll, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
Irina
V. Sokolova, dkk, Kepribadian Anak (Jogjakarta: Katahati, 2012)
Irawati, Artikel Tentang:
Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Kolase, Universitas Negeri Padang Tahun
2012
John
W. Santrock, Perkembangan Anak, edisi kesebelas, jilid satu (Jakarta: Erlangga,
2007)
Jamal
Ma’mur Asmani, Buku Pintar Home Schooling (Jogjakarta: FlashBooks, 2012)
Kathryn Geldard, dkk, Counselling
Children, terj. Rahmat Fajar, Konseling Anak-anak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011)
Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan
Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013)
Made Wena, Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Ngalimun, dkk, Perkembangan dan
Pengembangan Kreativitas (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013)
Rosalia
Emmy, Warna-warni Kecerdasan Anak (Yogyakarta: Kanisius, 2006)
Tritjahjo Danny Soesilo,
Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014)
Wahyudin,
Anak Kreatif (Jakarta: Gema Insani, 2007)
Yati Siti Mulyati, Artikel Tentang
Pengembangan Kreativitas Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Yeni Rachmawati, Strategi
Pengembangan Kreativitas Pada Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
[2] Irawati, Artikel Tentang: Peningkatan
Kreativitas Anak Melalui Kolase, hlm. 4. Universitas Negeri Padang Tahun 2012. Lihat
pula Ngalimun, dkk, Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 44.
[4] Hamzah B. Uno, dll, Belajar
Dengan Pendekatan PAILKEM (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 154. Lihat pula
John W. Santrock, Perkembangan Anak, edisi kesebelas, jilid satu (Jakarta:
Erlangga, 2007), hlm. 342.
[5] Diana Mutiah, Psikologi Bermain
Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42.
[6] Meity H. Idris, Menjadi Pendidik
yang Menyenangkan & Profesional (Jakarta: Luximia Metro Media, 2014), hlm.
63.
[7] Tritjahjo Danny Soesilo,
Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 8.
[8] Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan
Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), hlm. 231-232.
[11] Yeni Rachmawati, Strategi
Pengembangan Kreativitas Pada Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
hlm. 68.
[17] Kathryn Geldard, dkk,
Counselling Children, terj. Rahmat Fajar, Konseling Anak-anak (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 344.
[19] http://joylivingpermatabank.kenapa
anak banyak bertanya. Diakses pada tgl 17 oktober 2016.