Minggu, 04 Desember 2016

KREATIVITAS PAUD

A.      Definisi Kreativitas Dan Urgensi Pengembangannya
1.         Definisi Kreativitas
Beragam definisi yang digunakan untuk membatasi maksud yang terkandung dalam pengertian kreativitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengertian ini telah menyebar luas dan banyak digunakan oleh individu-individu yang memiliki keahlian yang berbeda, dan peradaban yang variatif yang secara otomatis hal ini menyebabkan munculnya sejumlah definisi.[1] Seiring dengan bertambahnya tingkat kerancauan mengenai pengertian kata tersebut, maka penulis dalam hal ini akan mengemukakan beberapa macam definsi kreativitas.
Wahyudin, mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan original yang berbentuk ide-ide, alat-alat serta lebih spesifik lagi keahlian untuk menemukan sesuatu yang baru.[2] Jadi, kata menghasilkan sesuatu disini sebenarnya sudah ada dalam diri kita, namun masih tersembunyi. Sudah ada karena sudah diciptakan oleh Allah Swt, tersembunyi karena kita belum dikaruniai pengetahuan tentangnya, dan untuk membukanya, kita harus mengikuti proses-proses yang sudah ditetapkan Allah Swt untuk kita ikuti, sehingga kemampuan berbentuk ide-ide untuk menghasilkan sesuatu yang baru itu lambat laun akan nampak.[3]
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan atau mendapatkan ide,[4] serta berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.[5] Hal ini dimungkinkan terjadi apabila seorang guru mampu memposisikan dirinya sebagai yang digugu dan ditiru. Karena jiwa yang kreatif itu, baru akan mampu menemukan, mendapatkan ide dan pemecahan masalah apabila gurunya juga kreatif , baik dalam hal metode yang digunakan, alat yang disuguhkan, maupun dalam hal memberikan kebebasan kepada peserta didiknya. Maka sebenarnya kreativitas itu muncul dari dua arah yang saling memasuki antara guru dan peserta didiknya.
2.         Urgensi Pengembangan Kreativitas
Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, namun yang diperlukan adalah mengapa kreativitas itu sangat penting dikembangkan.[6] Pentingnya kreativitas dikembangkan sejak dini, karena mengingat pada masa ini perkembangan anak mengalami lompatan yang sangat signifikan, ditambah lagi dengan masa keemasan, apapun yang akan diberikan akan berhasil dengan baik selama lingkungan mendukung potensi kreativitasnya untuk berimprovisasi dan berkreasi.
Kreativitas bukanlah suatu anugrah yang bersifat statis namun bisa dilatih dan dikembangkan lebih jauh, karena setiap individu telah dibekali dengan kemampuan kreatifnya.[7] Beberapa alasan mendasar pentingnya pengembangan kreativitas anak sejak dini adalah: a) karena masa usia dini merupakan masa terbaik dalam mengembangkan kreativitas anak melalui bermain, b) proses reward dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk bereksplorasi (menjelajah) dan memuaskan rasa ingin tahunya dapat membantu anak mengembangkan kreativitasnya, c) pemanfaatan waktu senggang, seperti kegiatan membaca, bercakap-cakap, dan kegiatan bermain dapat memacu tumbuhnya kreativitas anak.[8]  
Beberapa alasan di atas setidaknya memperkuat teori mengenai faktor-faktor  yang mempengaruhi kreativitas anak usia dini yaitu: 1) waktu, artinya anak perlu dibebaskan bermain tanpa pembatasan  waktu yang ketat. 2) kesempatan sendiri, artinya, agar anak mengembangkan imajinasinya perlu dibiarkan sendiri dengan tidak ada tekanan social. 3) dorongan dan sarana, artinya, pemilihan sarana yang baik akan mempengaruhi perkembangan kreativitasnya. 4) lingkungan yang merangsang, artinya, ada dorongan dan suasana yang mendukung kebebasan eksplorasi.[9]

B.       Strategi Pengembangan Kreativitas Melalui Aktivitas Produk
Dalam dunia yang senantiasa berubah ini, setiap manusia yang normal, baik laki-laki maupun perempuan, pasti ingin menjadi orang yang kreatif. Setiap orang pasti berkeinginan untuk dapat menyelesaikan semua masalah dengan mudah dan cepat, sehingga pada dasarnya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Setiap orang dengan cara dan metodenya masing-masing pasti dapat menemukan jalan keluar bagi setiap masalahnya serta memiliki potensi kreatif untuk mengubah dirinya. Dalam konteks anak usia dini, potensi kreatifnya menjadi penting untuk dikembangkan, karena pada masa ini fantasi dan imajinasinya sedang terbuka yang menyebabkan proses internalisasi nilai menjadi lebih mudah, ditambah lagi dengan periode kritis golden age nya yang kompleks, dimana apapun yang disuguhkan oleh lingkungan sekitarnya akan menjadi karakter hidupnya. Karakter merupakan pembiasaan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Oleh sebab itu, penting sekali di usia ini dibiasakan untuk melakukan hal-hal yang akan menjadi potensi kreatif anak, baik melalui aktivitas produk, karya nyata dan lain sebagainya.[10]  
Banyak hal yang dapat kita lakukan dan manfaatkan untuk mengembangkan kreativitas anak, misalnya melalui aktivitas menciptakan produk atau hasil karya yang membuat anak semakin senang dan selebihnya dapat dikembangkan menjadi inovasi yang lebih baru. Berikut ini akan diuraikan lebih jauh mengenai strategi pengembangan kreativitas anak melalui aktivitas menciptakan produk, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yeni Rachmawati, dkk, dalam bukunya.[11]
1.      Boneka dan Benda dari batu
Nama Permainan
Boneka dan benda dari batu
Tujuan
Mengembangkan kreativitas melalui kegiatan membuat boneka dari batu

Alat dan Bahan yang digunakan:
o   Guru bersama anak-anak mengumpulkan batu-batuan dengan berbagai ukuran yang kemudian dibersihkan untuk selanjutnya dikeringkan.
o   Untuk melengkapi proses pembuatan boneka dan benda lainnya, guru menyediakan bahan-bahan berupa kancing, cat poster, lem, bulu ayam, atau kertas tisu serta kain perca.
o   Anak dapat menambahkan bahan apapun yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan:
o   Anak-anak diminta untuk memilih ukuran batu untuk badan, kepala, tangan, dan kaki boneka yang akan dibuatnya, dan merekatkan batu-batuan tersebut dengan lem.
o   Selain membuat boneka batu, anak dapat melakukan kreasi untuk membuat benda lainnya yang diinginkannya.
o   Kegiatan selanjutnya anak dapat menghias boneka batu dan benda tersebut sesuai dengan imajinasinya dengan bahan-bahan yang telah tersedia seperti cat, kacang hijau, rumput, ranting pohon dan sebagainya.
2.      Patchwork gambar diri
Nama permainan
Patchwork gambar diri
Tujuan
Mengembangkan kreativitas melalui kegiatan ekspresi gambar diri

Alat dan bahan yang digunakan:
o   Guru menyediakan bahan berupa: kain putih yang dipotong berbentuk kotak-kotak dengan ukuran kurang lebih 25 x 25 cm, kain tersebut dibagikan sehingga setiap anak mendapatkan satu helai kain.
o   Untuk melengkapi kegiatan ini, guru menyediakan bahan lainnya yang menunjang seperti cat poster, kain perca, bulu ayam atau kemoceng yang diambil bulunya, manik-manik, sepidol berwarna, kapas, serta benang vol.
o   Anak-anak diperkenankan untuk memberikan tambahan bahan yang dibutuhkan mereka untuk membuat patchwork gambar diri.
Kegiatan
o   Guru melakukan dialog tentang identitas anak, keunikan dan ciri khas mereka, hobi mereka, binatang peliharaan, minat, dan hal yang berkesan bagi anak.
o   Anak-anak  diminta untuk menuangkan gambar dirinya di atas kain putih yang dibagikan guru.
o   Anak-anak menghias gambar bebas tentang dirinya dengan bahan yang telah dipersiapkan guru.
o   Anak-anak dapat menggunakan bahan tambahan yang menurut mereka perlu ditambahkan untuk membuat patchwork gambar diri.
o   Setelah selesai, gambar tersebut dikumpulkan, kemudian guru menjahitnya menjadi satu, sehingga menjadi patchwork.
3.      Menghias telur
Nama permainan
Menghias telur
Tujuan
Mengembangkan kreativitas melalui ekspresi seni dan imajinasi dalam menghias kulit telur.

Alat dan bahan yang digunakan:
o   Guru bersama anak-anak mempersiapkan bahan yang diperlukan diantaranya: kulit telur yang masih berbentuk bundar, cat poster, serta spidol.
o   Anak-anak dapat menambah bahan yang diperlukan oleh mereka  dalam menghias kulit telur.
Kegiatan :
o   Sebagai kegiatan pendahuluan, guru dapat melakukan dialog tentang kehidupan ayam dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia.
o   Guru juga dapat membacakan kisah tentang ayam dan telurnya.
o   Guru membagikan bahan pada anak dan memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan imajinasi dan kemampuan seninya dalam menghias telur.
C.       Strategi Menumbuhkan Jiwa Kreatif  Anak
Dalam menumbuhkan jiwa kreatif pada anak usia dini diperlukan lingkungan yang dapat memperhatikan sifat alamiah dan kreativitas anak untuk berimajinasi dalam segala hal. Ini merupakan bagian dari proses untuk menghasilkan suatu produk kreatif, dimana selalu dibutuhkan supportivitas dari orang-orang terdekat dengan anak. Hal inilah yang harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan guna untuk melahirkan pribadi-pribadi masa depan yang dapat diandalkan.  Keberhasilan seorang guru dalam mencetak pribadi-pribadi peserta didik kreatif, sangat ditentukan dari kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, dan kendala sumber belajar.[12] Agar semua ini berjalan lancar, maka dibutuhkan upaya nyata yang dimulai dari penyusunan rencana dan pelaksanaannya secara konsisten. Sebaiknya, dalam perencanaan dan pelaksanaan, guru dan peserta didik diharapkan dapat bekerja sama.[13] Hal ini bertujuan agar pada diri peserta didik muncul rasa kepemilikan.
Memang, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, harus diterapkan dalam pola asuh dan pola didik anak sejak dini, dengan begitu anak akan belajar dan berkembang secara optimal dengan gaya masing-masing.[14] Hal ini tentunya membutuhkan proses yang berkelanjutan, serta membutuhkan strategi dalam menumbuhkan keinginan kreatif anak, baik dalam hal karya, produk, dan lain sebagainya. Berikut ini akan diuraikan lebih jauh mengenai strategi guru dalam mengembangkan jiwa kreatif anak.[15]
a.       Pesona dan rasa takjub
Pesona dan rasa takjub terhadap sesuatu merupakan sifat khas anak usia dini. Mereka pada umumnya sangat terpengaruh oleh berbagai hal baru yang menakjubkan. Kadang-kadang orang tua pun tidak mengerti letak kehebatan dan keanehan benda ataupun kejadian yang dikagumi oleh anak. Anak-anak sangat polos dan murni sehingga mereka dapat melihat dan mengamati secara terperinci benda-benda di sekitarnya dan merasakan kehebatannya. Sebagai contoh, dalam mengamati seekor kupu-kupu, anak-anak akan mengagumi keindahan sayapnya, badannya yang berwarna-warni dan kemampuannya sehingga bisa terbang, dan membuat anak-anak menjadi terperangak dan mengikuti ke arah mana terbangnya. Sikap anak seperti ini, terkadang menimbulkan perasaan pesona dan takjub terhadap ciptaan Allah swt. Namun, perasaan takjub ini sedikit demi sedikit akan hilang, manakala anak tidak diajar menghargai alam dengan segala isinya. Karena dari alamlah pada dasarnya timbul karya-karya kreatif yang harus dipahami dan dikembangkan oleh para pendidik .
b.      Imajinasi
Imajinasi merupakan dunia yang identik dengan anak sehingga segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin bagi anak usia dini. Melalui imajinasi, anak sering berpikir untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapinya, tetapi sering kali mendapat hambatan dari orang dewasa di sekitarnya, karena mereka khawatir dengan imajinasi anak, dan cenderung menghambatnya dengan larangan atau teguran. Pola asuh semacam ini adalah salah, bahkan bisa menghambat kreativitas anak.[16] Maka salah satu upaya yang dapat dilakukan para pendidik adalah memahami, menghargai, membimbing dan mendukung imajinasi anak, serta mengajak mereka untuk melakukan perjalanan imajinatif agar bisa menguasai masalahnya.[17]
c.       Rasa ingin tahu
Pada umumnya anak usia dini memiliki antusias yang tinggi terhadap benda-benda di sekitarnya. Mereka akan memperhatikan, mengamati cara kerjanya, menatapnya dengan detail, meraba dan menciumnya. Rasa ingin tahu tersebut, sering kali membuat anak tidak peduli terhadap lingkungannya, apakah akan mengakibatkan kotor, basah, panas, maupun merasa sakit. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya keinginan anak untuk mengeksplorasi alam dan lingkungan sekitarnya, serta keinginan untuk mengetahui sesuatu. Oleh sebab itu, peran pendidik dalam hal ini adalah memberikan kebebasan dan kesempatan kepada anak untuk menemukan sesuatu yang baru dalam dunianya. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan yang baik yaitu memberikan kesempatan dan pengalaman anak pada the joy of discovery (indahnya penemuan baru).[18] Sehingga dari sinilah akan terdorong  rasa ingin tahu anak untuk menciptakan karya atau gagasan baru yang berbeda berdasarkan pengayaannya terhadap objek yang diamati.
d.      Banyak bertanya
Setiap orang tua pasti pernah merasakan masa-masa ketika anaknya senang bertanya. Bertanya tentang hal apa saja yang anaknya ingin tanyakan. Bila jawaban yang diperoleh dirasa belum puas, maka anak akan terus bertanya sampai ia benar-benar merasa puas. Adakalanya orang tua merasa kesal, tidak sabar bahkan bisa memarahi anak kalau anaknya bolak-balik bertanya. Atau ada juga yang bilang kalau anaknya itu cerewet atau bawel.[19]
Proses bertanya merupakan fitrah bagi kehidupan seorang anak. Hal ini dikarenakan pada masa pertumbuhannya, sel-sel neuron otak anak tidak begitu saja menelan setiap informasi, namun dia selalu mempertanyakan sebelum disimpan lekat dalam file memorinya. Anak yang banyak bertanya sebetulnya karena ia memiliki segudang rasa keingintahuan tinggi akan berbagai hal. Pada masa ini perkembangan otaknya sangat pesat, dimana anak merasakan haus akan informasi dan pengetahuan, sehingga tidaklah mengherankan bila anak sering bertanya ini dan itu. Maka sebagai orang tua bersyukurlah ketika anaknya melewati masa bertanya. Masa ini hanya terjadi sekali seumur hidup.  Bahkan menurut para ahli, jika anak kita kurang suka bertanya, maka orang tua harus memancing supaya anak banyak bertanya.
A.       Kesimpulan
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami perkembangan dalam banyak hal secara kompleks. Perkembangan tersebut menjadi sebuah wahana efektif bagi orang tua, guru, dan masyarakat secara umum untuk mengolahnya menjadi sebuah keterampilan yang akan berimplikasi terhadap masa depan anak di masa mendatang dengan membekalinya dengan berbagai macam kreativitas termasuk melalui aktivitas produk dengan memberikan kebebasan berimajinasi, bereksplorasi, dan berimprovisasi kepada anak. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan jiwa kreatif anak, diantaranya: pesona dan rasa takjub, imajinasi, rasa ingin tahu dan banyak bertanya.

DAFTAR PUSTAKA
Andi Yudha Asfandiyar, Creative Parenting Today (Bandung: Mizan Pustaka, 2012)
Amal Abdussalam Al-Khalili, Mengembangkan Kreativitas Anak (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005)
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
E. Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012)
http://joylivingpermatabank.kenapa anak banyak bertanya.
Hamzah B. Uno, dll, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)
Irina V. Sokolova, dkk, Kepribadian Anak (Jogjakarta: Katahati, 2012)
Irawati, Artikel Tentang: Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Kolase, Universitas Negeri Padang Tahun 2012
John W. Santrock, Perkembangan Anak, edisi kesebelas, jilid satu (Jakarta: Erlangga, 2007)
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Pintar Home Schooling (Jogjakarta: FlashBooks, 2012)
Kathryn Geldard, dkk, Counselling Children, terj. Rahmat Fajar, Konseling Anak-anak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013)
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Ngalimun, dkk, Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013)
Rosalia Emmy, Warna-warni Kecerdasan Anak (Yogyakarta: Kanisius, 2006)
Tritjahjo Danny Soesilo, Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014)
Wahyudin, Anak Kreatif (Jakarta: Gema Insani, 2007)
Yati Siti Mulyati, Artikel Tentang Pengembangan Kreativitas Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Yeni Rachmawati, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)



[1] Lihat Irina V. Sokolova, dkk, Kepribadian Anak (Jogjakarta: Katahati, 2012), hlm. 139.
[2] Irawati, Artikel Tentang: Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Kolase, hlm. 4. Universitas Negeri Padang Tahun 2012. Lihat pula Ngalimun, dkk, Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 44.
[3] Wahyudin, Anak Kreatif (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 3.
[4] Hamzah B. Uno, dll, Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 154. Lihat pula John W. Santrock, Perkembangan Anak, edisi kesebelas, jilid satu (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 342.
[5] Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42.
[6] Meity H. Idris, Menjadi Pendidik yang Menyenangkan & Profesional (Jakarta: Luximia Metro Media, 2014), hlm. 63.
[7] Tritjahjo Danny Soesilo, Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 8.
[8] Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), hlm. 231-232.
[9] Rosalia Emmy, Warna-warni Kecerdasan Anak (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 255.
[10] E. Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 102.
[11] Yeni Rachmawati, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 68.
[12] Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 14.
[13] Wahyudin, Anak Kreatif, Op, cit, hlm. 114.
[14] Andi Yudha Asfandiyar, Creative Parenting Today (Bandung: Mizan Pustaka, 2012), hlm. 18.
[15] E. Mulyasa, Manajemen PAUD, Op,cit. hlm. 94-97.
[16] Andi Yudha Asfandiyar, Creative Parenting Today, Op, cit. hlm. 19.
[17] Kathryn Geldard, dkk, Counselling Children, terj. Rahmat Fajar, Konseling Anak-anak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 344.
[18] Jamal Ma’mur Asmani, Buku Pintar Home Schooling (Jogjakarta: FlashBooks, 2012), hlm. 205.
[19] http://joylivingpermatabank.kenapa anak banyak bertanya. Diakses pada tgl 17 oktober 2016.

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DI SEKOLAH INKLUSI

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DI SEKOLAH INKLUSI
Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan yang ditujukan kepada anak usia 0-6 tahun.[1] PAUD bertujuan untuk mengembangkan potensi anak usia dini sehingga anak berkembang dengan baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya.[2] Hal ini didasarkan kepada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang kurikulum 2013 pendidikan anak usia dini pasal 1 yang disempurnakan dengan ungkapan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3]   
Indonesia merupakan salah satu negara dengan upaya pemerataan pendidikan dalam
rangka menuntaskan wajib belajar bagi semua anak di Indonesia. Hal ini mempunyai arti yang sangat strategis untuk mencerdaskan bangsa dan selaras dengan pesan education for all.[4]
Dengan demikian, pendidikan harus diberikan kepada setiap warga tanpa memandang perbedaan etnik atau suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Prinsipnya adalah semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan dapat mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan bakat dalam dirinya.  
Sebagai sebuah fitroh manusia, maka kreativitas merupakan sesuatu yang penting untuk dikembangkan dalam diri anak, terlepas apakah anak tersebut normal atau mengalami gangguan dalam perkembangannya. Dalam hal ini guru harus bersikap adil dengan tanpa membedakan antara anak yang satu dengan yang lainnya, mengingat prinsip yang terkandung dalam pendidikan inklusi itu sendiri yaitu setiap orang secara inheren punya hak terhadap pendidikan atas dasar kesamaan kesempatan.[5]
Kajian Literatur
1.    Pengertian kreativitas
Secara etimologi, kreativitas berasal dari bahasa inggris yakni creativity, dari akar kata creative yang berarti able to make new things.[6] Secara terminologi banyak para ahli yang mendefinisikannya sesuai dengan cara pandangnya. Munandar mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data atau informasi untuk menemukan keragaman jawaban terhadap suatu masalah.[7] Lebih lanjut Guilford dalam Syafaruddin mengatakan bahwa kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam berfikir dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya, dan memperinci suatu gagasan.[8]
Dalam pengertian yang lebih luas kreativitas dimaknai sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal yang berbentuk ide-ide, alat-alat serta lebih spesifik lagi keahlian untuk menemukan sesuatu yang baru,[9] serta berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.[10] Lepas dari semua pengertian tersebut, untuk mengembangkan kreativitas, dibutuhkan latihan yang sungguh-sungguh dan rangsangan. Salah satu rangsangan yang sangat penting adalah kasih sayang (touch). Dengan kasih sayang, anak akan memiliki kemampuan untuk menyatakan berbagai pengalaman emosionalnya dan mencoba mengolahnya dengan baik.
2.        Pentingnya pengembangan kreativitas sejak dini
Kreativitas merupakan salah satu potensi alamiah dalam diri anak yang penting sekali untuk dikembangkan. Pemahaman ini sebenarnya berangkat dari sebuah asumsi yang mengatakan bahwa setiap anak memiliki multi potensi, multi kreativitas dan kecerdasan jamak yang semua itu akan nampak manakala ada usaha untuk mengembangkannya. Dalam konteks meningkatkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan suatu bangsa, maka langkah penting yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kreativitas keberbakatan putera puteri bangsa.[11] Dengan bekal kreativitas yang dimiliki, maka anak-anak akan mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks.[12]  
Mengembangkan kreativitas dalam kaitannya dengan anak usia dini dimaknai sebagai tahap awal dari seluruh tahapan kreativitas yang ada. Artinya sebagai landasan awal yang kokoh untuk hadirnya kreativitas yang sejati. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan, fondasi itulah yang menentukan wujud bangunan selanjutnya. Begitu pula dengan kreativitas anak, sebagai fondasi, ia sangat membutuhkan penggarapan yang serius dari awal.
Beberapa alasan mendasar pentingnya pengembangan kreativitas anak sejak dini dibawah ini setidaknya menjadi peringatan bagi orang tua atau guru untuk lebih peka dan peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya adalah: a) karena masa usia dini merupakan masa terbaik dalam mengembangkan kreativitas anak melalui bermain, b) proses reward dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk bereksplorasi (menjelajah) dan memuaskan rasa ingin tahunya dapat membantu anak mengembangkan kreativitasnya, c) pemanfaatan waktu senggang, seperti kegiatan membaca, bercakap-cakap, dan kegiatan bermain dapat memacu tumbuhnya kreativitas anak.[13]  Klimaksnya adalah kreativitas tersebut bukanlah suatu anugrah yang bersifat statis namun bisa dilatih dan dikembangkan lebih jauh, karena setiap individu telah dibekali dengan kemampuan kreatifnya.[14].
3.        Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran
Mengembangkan kreativitas anak usia dini dalam pembelajaran harus dilaksanakan secara efektif, efisien, produktif dan akuntabel. Untuk itu perlu direncanakan, dilaksanakan serta dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan, proporsional dan profesional. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini dalam pembelajaran adalah: pembelajarannya harus menyenangkan, belajar sambil bermain, mamadukan pembelajaran dengan perkembangan dan belajar dalam konteks nyata.[15]
a.    Pembelajaran yang menyenangkan
Dalam standar proses kurikulum anak usia dini dikemukakan bahwa proses pembelajaran harus menyenangkan agar anak mudah mencapai tujuan. Suasana menyenangkan akan menimbulkan kegembiraan, dan kegembiraan merupakan syarat yang harus dipenuhi agar pembelajaran berhasil. Kegembiraan belajar adalah bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan.[16] Dalam teori montessori dikatakan bahwa metode belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan kecenderungan belajar pada setiap usia dapat meningkatkan minat belajar anak dan membuat anak menjadi berpikir bahwa belajar itu menyenangkan.[17]
b.    Belajar sambil bermain
Dunia anak adalah bermain. Menurut Tedjasaputra, melalui bermain anak akan memperoleh banyak keuntungan yang tidak sedikit. Dari permainan yang mereka lakukan atau mainkan anak akan mendapat stimulasi yang cukup banyak.[18] Melalui bermain pula anak dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerjasama, mengalah, sportif dan sikap-sikap positif lainnya. Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, dan mempelajari keterampilan baru. Oleh sebab itu, pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga melalui bermain anak-anak menemukan konsep dengan suasana yang menyenangkan.[19]
c.    Mamadukan pembelajaran dengan perkembangan
Berbicara kreativitas sebenarnya bukan hanya satu sisi saja yang menjadi fokus dalam pembelajaran anak usia dini, sebab mereka memiliki berbagai aspek perkembangan, seperti perkembangan fisik, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, spiritual dan sosial. Aspek-aspek perkembangan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh sehingga pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah berusaha untuk memadukan semua komponen pembelajaran dan perkembangan. Memadukan pembelajaran dengan perkembangan anak usia dini akan memberikan kemudahan kepada para pendidik untuk memberikan layanan yang tepat sehingga mereka bisa menyajikan pendidikan yang efektif, efisien, produktif dan akuntabel.
d.   Belajar dalam konteks nyata
Belajar bagi anak usia dini merupakan suatu proses langsung dalam bentuk pengamatan, interaksi dan dalam konteks nyata. Hal ini penting bagi anak usia dini, karena mereka masih berada dalam tahap perkembangan kognitif pra-operasional. Perkembangan indra yang pesat dan tenaga yang tak pernah habis memungkinkan anak-anak pada tahap ini untuk selalu bergerak, membongkar pasang objek, dan menyelidiki segala sesuatu. Berdasarkan perkembangan anak tersebut, maka pembelajaran di TK harus dimulai dari benda-benda konkret, dan guru dapat memberi persoalan yang menantang anak untuk melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda.[20]



[1] E. Mulyasa, Manajemen PAUD (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. iii.
[2] Dhiarti Tejaningrum, “Pengembangan Alat Permainan My Costume Untuk Menstimulasi Kecerdasan Visual-Spasial Pada Anak Usia Dini Autis”. Jurnal Inklusi, Vol. 1. No. 2 Juli-Desember Tahun 2014. hlm. 136. 
[3] Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 2.
[4] Sigit Prasetyo,” Implikasi Ajaran Pestalozzi Dalam Pembelajaran Sains Di Mi/Sd Penyelenggara Inklusi”, Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, Vol. 8. No. 1, Juni 2016,  hlm. 90.
[5] Mahmud Arif, dkk, Antologi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Islam (Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijag, 2013), hlm. 117.
[6] Pearson Longman, Longman Handy Learner’s Dictionary of American English (England: Pearson Education Limited, 200), hlm. 97.
[7] Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi dan Bakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 7.
[8] Syafaruddin dan Herdianto, Pendidikan Pra-Sekolah (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 87.
[9] Wahyudin, A to Z Anak Kreatif (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 3.
[10] Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42.
[11] Conny R. Semiawan, Kreativitas Keberbakatan (Jakarta: Indeks, 2010), hlm. Ix.
[12] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 39.
[13] Masnipal, Siap Menjadi Guru Dan Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), hlm. 231-232.
[14] Tritjahjo Danny Soesilo, Pengembangan Kreativitas Melalui Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 8.
[15] E. Mulyasa, Manajemen PAUD…, Op,cit, hlm. 97.
[16] Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. xii.
[17] Maria Montessori, The Absorbend  Mind , terj. Dariyatno, The Absorbend Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. X-XI.
[18] Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 16.
[19] Dwi Yulianti, Bermain Sambil Belajar Sains di TK (Jakarta: Indeks, 2010), hlm. 25.
[20] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hlm. 131.